Oleh: Tim Pusat Referensi Linguistik
10.1. Sintaksis dan Semantik
Dalam kajian linguistik, sintaksis dan semantik merupakan
dua komponen fundamental yang saling terkait namun memiliki ranah kajian yang
berbeda. Sintaksis membahas struktur gramatikal dan aturan penyusunan kata
menjadi frasa, klausa, dan kalimat, sementara semantik mempelajari makna yang
dihasilkan dari susunan tersebut (Fromkin, Rodman, & Hyams, 2018). Keduanya
bagaikan dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan dalam memahami hakikat
bahasa manusia.
Hubungan antara sintaksis dan
semantik sering digambarkan sebagai hubungan antara bentuk dan makna. Sintaksis
menyediakan kerangka struktural, sedangkan semantik mengisi kerangka tersebut
dengan kandungan makna. Sebagai analogi, sintaksis adalah tulang punggung yang
menyangga tubuh bahasa, sementara semantik adalah daging dan darah yang membuat
bahasa hidup dan bermakna.
Landasan Teoretis
Dalam perkembangan linguistik
modern, hubungan sintaksis-semantik telah melahirkan berbagai pendekatan
teoretis. Chomsky (1965) dalam Aspects
of the Theory of Syntax memperkenalkan konsep Struktur-Dalam (Deep
Structure) dan Struktur-Luar (Surface
Structure), di mana struktur-dalam merepresentasikan level abstrak yang
berkaitan dengan interpretasi semantik. Sementara itu, teori Tata Bahasa Kasus (Case
Grammar) yang dikembangkan oleh Fillmore (1968) berargumen bahwa struktur
sintaksis diturunkan dari representasi semantik yang mendasari.
| Sintaksis Pengantar Linguistik dan Struktur Kalimat | CV. Cemerlang Publishing (cvcemerlangpublishing.com) |
10.2.
Perbedaan Antara Sintaksis dan Semantik
Aspek Gramatikal
vs. Aspek Makna
Perbedaan mendasar antara sintaksis
dan semantik terletak pada fokus kajiannya. Sintaksis berkaitan dengan kesahihan gramatikal (grammaticality),
sedangkan semantik berkaitan dengan kebermaknaan (meaningfulness)
(Cruse, 2011).
Contoh perbedaan ini dapat dilihat
dari kalimat berikut:
·
"Warna-warna yang kehijau-hijauan itu tidur dengan
garang."
Kalimat ini secara sintaksis sahih dalam bahasa Indonesia (mengikuti pola
S-P-Ket), namun secara semantik tidak masuk akal.
Kriteria
Kelengkapan Struktural vs. Kebutuhan Informasi
Sintaksis mensyaratkan kelengkapan
struktural, sementara semantik memerlukan kelengkapan informasi. Sebuah kalimat
mungkin secara sintaksis lengkap tetapi secara semantik tidak informatif.
Otonomi vs.
Ketergantungan Kontekstual
Sintaksis cenderung lebih otonom
dan terlepas dari konteks, sedangkan semantik sangat bergantung pada konteks
penggunaan bahasa. Perhatikan kalimat:
·
"Dia sudah sampai."
Kalimat ini sintaksisnya lengkap, tetapi maknanya bergantung pada konteks:
siapa 'dia', sampai di mana, kapan, dan sebagainya.
Universalitas vs.
Kekhasan Budaya
Prinsip-prinsip sintaksis cenderung
lebih universal across bahasa-bahasa dunia, sementara sistem semantik sering
mencerminkan kekhasan budaya masyarakat penuturnya (Wierzbicka, 1996). Sebagai
contoh, konsep "sungai" dalam bahasa Indonesia tidak membedakan arah
aliran, sementara dalam bahasa Bali terdapat perbedaan leksikal untuk sungai
yang mengalir ke laut (tukad)
dan sungai yang mengalir ke danau (yeh).
Tes Linguistik
yang Berbeda
Sintaksis dan semantik menggunakan
alat analisis yang berbeda:
·
Tes Sintaksis: substitusi, perpindahan,
pelesapan, koordinasi
·
Tes Semantik: hubungan
sinonimi, antonimi, hiponimi, analisis komponensial
Hubungan
Sebab-Akibat
Dalam banyak kasus, struktur
sintaksis menentukan interpretasi semantik, namun sebaliknya, makna juga dapat
mempengaruhi pilihan struktur sintaksis. Jackendoff (2002) dalam teori Semantic Syntax berargumen
bahwa representasi semantik dan sintaksis saling bergantung dan tidak dapat
dipisahkan secara tegas.
10.3.
Peranan Tema dan Rema dalam Kalimat
Konsep Tema dan
Rema
Konsep tema (theme)
dan rema (rheme)
berasal dari teori Linguistik Fungsional Praha yang dikembangkan oleh Vilém
Mathesius pada tahun 1930-an. Tema mengacu pada unsur yang menjadi titik tolak
pembicaraan (topic), sedangkan rema merupakan inti pesan yang disampaikan tentang
tema tersebut (comment) (Firbas, 1992).
Dalam kalimat "[Buku yang kamu pinjam]
[sudah harus dikembalikan besok]":
·
Tema: Buku yang kamu pinjam
·
Rema: sudah harus dikembalikan besok
Fungsi Komunikatif
Tema-Rema
Struktur tema-rema memainkan peran
crucial dalam organisasi wacana karena:
1.
Menjaga Kohesi: Tema sering kali
merujuk kembali pada informasi yang telah disebutkan sebelumnya
2.
Mengatur Aliran Informasi: Dari informasi
yang sudah diketahui (given) menuju informasi baru (new)
3.
Memudahkan Pemrosesan: Memungkinkan
pendengar/ pembaca mengikuti alur pembicaraan dengan lebih mudah
Realisasi
Tema-Rema dalam Berbagai Bahasa
Setiap bahasa memiliki strategi
berbeda untuk menandai struktur tema-rema:
Bahasa Indonesia:
·
Urutan
kata: Tema biasanya mendahului rema
·
Partikel:
Penggunaan partikel seperti -lah, -pun
·
Konstruksi
pasif: Buku itu
sudah saya baca
·
Kalimat
topikalisasi: Mengenai
masalah itu, kita akan bahas nanti
Bahasa Jepang:
·
Partikel wa untuk menandai
tema
·
Kore wa hon desu (Ini adalah buku)
Bahasa Rusia:
·
Fleksibilitas
urutan kata untuk menandai fokus informasi
·
Intonasi
sebagai penanda rema
Tema-Rema dan
Sintaksis
Hubungan antara struktur tema-rema
dan sintaksis kompleks dan saling mempengaruhi. Menurut Lambrecht (1994),
struktur informasi (tema-rema) dapat mempengaruhi pilihan konstruksi sintaksis.
Sebagai contoh, dalam bahasa Indonesia, konstruksi yang-cleft sering
digunakan untuk memfokuskan pada rema:
·
"Yang memenangkan lomba adalah adik saya"
Struktur Informasi
dalam Kalimat
Pengembangan konsep tema-rema
melahirkan teori Struktur
Informasi (Information Structure) yang mencakup:
1.
Topik-Komentar: Pembagian antara
apa yang dibicarakan dan apa yang dikatakan tentangnya
2.
Given-New: Pembagian antara
informasi yang sudah diketahui dan informasi baru
3.
Fokus-Latar: Pembagian antara
unsur yang ditonjolkan dan unsur latar
Implikasi
Pedagogis
Pemahaman struktur tema-rema
memiliki implikasi penting dalam pengajaran bahasa, khususnya dalam:
1.
Pengajaran Menulis: Membantu siswa
mengorganisasi paragraf secara kohesif
2.
Pengajaran Berbicara: Membantu pelajar
menyusun presentasi yang efektif
3.
Terapi Wicara: Membantu
individu dengan gangguan bahasa dalam mengorganisasi pesan
Aplikasi dalam
Teknologi Bahasa
Dalam Pemrosesan Bahasa Alami
(Natural Language Processing), pemahaman struktur tema-rema dapat meningkatkan
kinerja:
1.
Sistem Tanya-Jawab: Mengidentifikasi
fokus pertanyaan dan memberikan jawaban yang relevan
2.
Summarization Otomatis: Menentukan
informasi penting yang harus dimasukkan dalam ringkasan
3.
Machine Translation: Mempertahankan
struktur informasi dalam terjemahan
Penelitian
Mutakhir
Penelitian terkini dalam
neurolinguistik menunjukkan bahwa otak manusia memproses informasi tema dan
rema secara berbeda. Studi fMRI oleh Bornkessel-Schlesewsky dan Schlesewsky
(2009) menemukan bahwa pemrosesan struktur informasi mengaktifkan jaringan
neural yang berbeda dengan pemrosesan sintaksis murni.
Kesimpulan
Sintaksis dan semantik, meskipun
merupakan bidang kajian yang berbeda, saling melengkapi dalam memberikan
pemahaman yang komprehensif tentang bahasa. Sintaksis memberikan kerangka
formal yang memungkinkan komunikasi terstruktur, sementara semantik memberikan
muatan makna yang membuat komunikasi tersebut bermakna.
Struktur tema-rema berperan sebagai
jembatan antara sintaksis dan semantik dengan mengorganisasi informasi dalam
konteks wacana yang lebih luas. Pemahaman tentang ketiga aspek ini—sintaksis,
semantik, dan struktur informasi—sangat essential tidak hanya bagi linguis
teoretis tetapi juga bagi praktisi pendidikan, terapis wicara, dan pengembang
teknologi bahasa.
Dalam era digital ini, integrasi
pengetahuan tentang sintaksis, semantik, dan struktur informasi menjadi semakin
penting dalam pengembangan sistem kecerdasan buatan yang mampu memahami dan
memproduksi bahasa manusia secara alami dan efektif.
Daftar Pustaka
Bornkessel-Schlesewsky, I., &
Schlesewsky, M. (2009). Processing
syntax and morphology: A neurocognitive perspective. Oxford
University Press.
Chomsky, N. (1965). Aspects of the theory of syntax.
MIT Press.
Cruse, A. (2011). Meaning in language: An
introduction to semantics and pragmatics (3rd ed.). Oxford
University Press.
Fillmore, C. J. (1968). The case
for case. In E. Bach & R. T. Harms (Eds.), Universals in linguistic theory (pp.
1-88). Holt, Rinehart and Winston.
Firbas, J. (1992). Functional sentence perspective in
written and spoken communication. Cambridge University Press.
Fromkin, V., Rodman, R., &
Hyams, N. (2018). An
introduction to language (11th ed.). Cengage Learning.
Jackendoff, R. (2002). Foundations of language: Brain,
meaning, grammar, evolution. Oxford University Press.
Lambrecht, K. (1994). Information structure and sentence
form: Topic, focus, and the mental representations of discourse referents.
Cambridge University Press.
Wierzbicka, A. (1996). Semantics: Primes and universals.
Oxford University Press.
Kridalaksana, H.
(2011). Kamus
linguistik (Edisi Keempat). Gramedia Pustaka Utama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar