Bahasa dan Masyarakat
Oleh: Aco Nasir, S.Pd.I., M.Pd
(Pusat Referensi Linguistik)
![]() |
| Sosiolinguistik oleh Aco Nasir - Buku Terbaru 2025 | CV. Cemerlang Publishing (cvcemerlangpublishing.com) |
Pendahuluan
Bahasa dan masyarakat adalah dua
entitas yang tidak dapat dipisahkan. Bahasa hidup, tumbuh, dan berkembang di
tengah masyarakat; sementara masyarakat tidak dapat berfungsi tanpa adanya
bahasa sebagai alat utama komunikasi dan interaksi sosial. Melalui bahasa,
manusia menyampaikan pikiran, mengekspresikan perasaan, membangun hubungan
sosial, serta mempertahankan identitas budaya.
Dalam pandangan ilmu linguistik,
bahasa bukan hanya sistem tanda yang tersusun secara gramatikal, tetapi juga
sistem sosial yang mencerminkan nilai, norma, dan struktur masyarakat. Oleh
karena itu, hubungan antara bahasa dan masyarakat menjadi fokus kajian penting
dalam bidang sosiolinguistik.
Artikel ini akan mengulas tiga
pokok bahasan: (1) bahasa sebagai sistem komunikasi sosial, (2) peran
bahasa dalam kelompok masyarakat, dan (3) studi kasus penggunaan bahasa
daerah di masyarakat Mandar, Sulawesi Barat.
Bahasa sebagai
Sistem Komunikasi Sosial
Bahasa pada dasarnya merupakan sistem
lambang bunyi yang bersifat arbitrer, digunakan manusia untuk
berkomunikasi. Namun dalam konteks sosial, bahasa tidak hanya menjadi alat
penyampai pesan, tetapi juga menjadi mekanisme pengatur interaksi sosial.
Setiap pilihan kata, gaya berbicara, dan struktur kalimat mencerminkan hubungan
sosial antara penutur dan lawan bicara.
1. Bahasa dan
Interaksi Sosial
Dalam masyarakat, seseorang
berbicara dengan cara berbeda tergantung pada situasi, status sosial, dan
kedekatan dengan lawan bicara. Misalnya:
- Seorang siswa berbicara dengan gurunya secara formal dan sopan.
- Tetapi ketika berbicara dengan teman sebaya, ia menggunakan gaya
bahasa santai dan penuh humor.
Perbedaan itu menunjukkan bahwa bahasa
berfungsi sebagai alat penyesuaian sosial. Setiap masyarakat memiliki
norma kebahasaan yang mengatur kapan seseorang boleh berbicara, kepada siapa,
dan dengan gaya seperti apa. Bahasa, dengan demikian, tidak berdiri sendiri —
ia beroperasi di dalam sistem sosial yang kompleks.
|
๐น Ilustrasi:
Bahasa Sebagai Alat Membangun Hubungan Interaksional Dalam kehidupan sehari-hari,
bahasa tidak hanya digunakan untuk menyampaikan informasi, tetapi juga untuk membangun
hubungan sosial dan mempengaruhi orang lain. Salah satu contoh
yang paling mudah ditemui adalah ketika seseorang berbicara secara berbeda
karena memiliki tujuan tertentu — misalnya, ingin meminta bantuan,
mencari dukungan, atau memperoleh keuntungan tertentu. Bayangkan seorang mahasiswa
bernama Rizal. Biasanya, ia berbicara dengan dosennya secara singkat
dan to the point. Namun, ketika ia menyadari bahwa minggu depan harus
mengajukan perpanjangan waktu untuk pengumpulan tugas, gaya bicaranya mulai
berubah. Pada hari itu, Rizal mengetuk
pintu ruang dosen dengan senyum ramah. Dosen tersenyum, “Ya, begitulah,
Rizal. Ada yang bisa saya bantu?” Rizal pun melanjutkan dengan
nada rendah dan sopan, “Sebenarnya, Pak, saya ingin minta izin sedikit. Saya
sudah mengerjakan tugas, tapi belum selesai sepenuhnya. Boleh nggak, Pak,
kalau saya kumpulnya hari Senin depan?” Perhatikan bagaimana strategi
kebahasaan Rizal berubah:
Dalam contoh ini, bahasa
menjadi alat interaksi sosial yang strategis. Rizal tidak sekadar
berkomunikasi untuk menyampaikan informasi, tetapi mengelola hubungan
agar lawan bicaranya bersikap positif terhadap permintaannya. Fenomena
seperti ini termasuk dalam fungsi interpersonal bahasa, yakni
bagaimana bahasa digunakan untuk menjaga hubungan sosial dan memengaruhi
sikap orang lain. ๐น Ilustrasi
Lain: Bahasa dalam Situasi “Ada Maunya” di Lingkungan Masyarakat Contoh lain dapat dilihat dalam
interaksi sehari-hari di masyarakat. Misalnya, di sebuah desa di Mandar,
seseorang bernama Sitti ingin meminjam alat dapur dari tetangganya, Ibu
Lili. Biasanya, Sitti jarang berkunjung ke rumah Ibu Lili. Namun, ketika
ia membutuhkan sesuatu, caranya berbicara menjadi lebih lembut dan akrab. “Assalamu’alaikum, Bu Lili.
Aduh, lama sekali saya tidak mampir. Masih rajin jualan kue, ya, Bu? Baunya
sampai ke rumah, wangi sekali,” katanya sambil tersenyum lebar. Setelah berbasa-basi sebentar,
barulah ia berkata, Dalam situasi ini, Sitti
menggunakan bahasa sebagai jembatan sosial. Fenomena ini disebut dalam
sosiolinguistik sebagai strategi kesantunan berbahasa (politeness
strategy), di mana pembicara menyesuaikan bentuk tuturan agar hubungannya
dengan lawan bicara tetap harmonis meskipun ia memiliki kepentingan pribadi. ๐น Analisis
Singkat Dari dua contoh di atas (Rizal
dan Sitti), terlihat bahwa:
Orang yang memiliki “maunya”
tertentu biasanya:
๐น Kesimpulan
Ilustratif Contoh seperti ini
memperlihatkan bahwa bahasa dan masyarakat tidak dapat dipisahkan.
Oleh karena itu, ketika
seseorang “ada maunya,” ia secara alami akan menggunakan bahasa sebagai
sarana negosiasi sosial. Ia tidak hanya berbicara untuk menyampaikan isi
hati, tetapi juga untuk menciptakan kesan, membangun keakraban, dan
memperoleh hasil yang diinginkan. |
2. Bahasa
sebagai Cermin Budaya dan Nilai Sosial
Bahasa juga berfungsi sebagai cermin
kebudayaan. Dalam setiap bahasa tersimpan cara pandang masyarakat terhadap
dunia. Misalnya, dalam bahasa Indonesia kita mengenal kata gotong royong,
yang mencerminkan nilai sosial kolektivitas dan kerja sama.
Sementara dalam bahasa Mandar terdapat istilah “sipammase-mase” yang
berarti “saling menyayangi atau saling memanusiakan”, mencerminkan nilai
kemanusiaan dan solidaritas sosial masyarakat Mandar.
Melalui ungkapan, peribahasa, dan
metafora, bahasa mengabadikan kearifan lokal (local wisdom) yang menjadi
identitas suatu komunitas. Oleh sebab itu, kehilangan bahasa sama artinya
dengan kehilangan sebagian kebudayaan dan jati diri suatu bangsa.
3. Bahasa dan
Struktur Sosial
Bahasa juga mencerminkan struktur
sosial masyarakat. Dalam masyarakat Jawa, misalnya, terdapat sistem tingkat
tutur (undha-usuk basa) yang membedakan antara bahasa untuk orang yang
lebih tua (krama) dan yang sebaya atau lebih muda (ngoko).
Struktur bahasa tersebut memperlihatkan adanya hierarki sosial dan nilai
kesopanan yang dijaga melalui pilihan bahasa.
Dalam konteks masyarakat Mandar,
struktur sosial juga mempengaruhi bahasa. Seorang anak muda akan menggunakan
kata sapaan atau bentuk hormat tertentu kepada orang yang lebih tua atau
memiliki status sosial tinggi. Fenomena ini memperlihatkan bahwa bahasa
tidak hanya mengomunikasikan makna, tetapi juga menegosiasikan posisi sosial.
Peran Bahasa
dalam Kelompok Masyarakat
Bahasa memegang peran sentral
dalam kehidupan sosial. Ia bukan hanya alat komunikasi, melainkan juga sarana pembentukan
identitas, solidaritas, dan kekuasaan. Berikut ini beberapa peran penting
bahasa dalam kehidupan kelompok masyarakat:
1. Bahasa
sebagai Alat Identitas Sosial
Bahasa berfungsi sebagai penanda
identitas individu maupun kelompok. Seseorang yang berbicara dalam dialek
tertentu biasanya langsung dikenali asal daerahnya. Misalnya, dialek Bugis,
Mandar, atau Minangkabau memiliki ciri fonologis dan kosakata khas yang
membedakan satu sama lain.
Bahasa juga menjadi simbol
kebanggaan. Ketika masyarakat tetap menggunakan bahasa daerah dalam kehidupan
sehari-hari, hal itu menunjukkan rasa cinta terhadap warisan budaya leluhur.
Sebaliknya, ketika bahasa daerah ditinggalkan, hal itu bisa menjadi tanda
terjadinya pergeseran identitas budaya.
2. Bahasa
sebagai Sarana Solidaritas dan Keakraban
Dalam kelompok sosial, bahasa
sering digunakan untuk mempererat hubungan dan menandai keanggotaan. Misalnya,
dalam komunitas remaja muncul kosakata khas seperti bestie, healing,
gaskeun, atau cihuy, yang menjadi kode sosial untuk menunjukkan
keakraban dan kesamaan generasi.
Hal yang sama juga terjadi pada
masyarakat tradisional. Di komunitas Mandar, misalnya, penggunaan sapaan khas
seperti “dai” (saudara) atau “sappo” (kawan dekat) mencerminkan
hubungan emosional dan solidaritas sosial di antara penutur.
3. Bahasa
sebagai Alat Pengendali Sosial
Bahasa juga berfungsi sebagai alat
untuk menegakkan norma dan etika. Melalui bahasa, masyarakat menetapkan
aturan sopan santun, kesantunan berbicara, serta nilai yang dianggap pantas.
Contohnya, dalam budaya Mandar terdapat prinsip “siri’ na pacce” (harga
diri dan empati sosial) yang sering diungkapkan melalui pepatah dan nasihat
lisan. Ungkapan-ungkapan itu berfungsi menjaga moral sosial dan mengatur
perilaku masyarakat.
4. Bahasa
sebagai Sarana Pendidikan dan Pewarisan Nilai
Bahasa berperan penting dalam
proses sosialisasi budaya. Nilai, norma, dan ajaran leluhur diwariskan
dari generasi ke generasi melalui bahasa, baik secara lisan maupun tertulis.
Cerita rakyat, pantun, dan peribahasa menjadi media efektif untuk menanamkan
nilai moral kepada anak-anak.
Di masyarakat Mandar, tradisi
lisan seperti kalindaqdaq (puisi tradisional Mandar) menjadi sarana
pendidikan karakter yang sarat makna filosofis. Kalindaqdaq tidak hanya berisi
keindahan bahasa, tetapi juga pesan moral seperti kerja keras, kesetiaan, dan
penghormatan terhadap orang tua.
Studi Kasus:
Penggunaan Bahasa Daerah di Masyarakat Mandar
1. Sekilas
tentang Bahasa Mandar
Bahasa Mandar merupakan salah
satu bahasa daerah di Sulawesi Barat yang dituturkan oleh suku Mandar, terutama
di wilayah Polewali Mandar, Majene, Mamuju, dan sebagian Pinrang. Bahasa ini
termasuk dalam rumpun Austronesia dan memiliki hubungan kekerabatan
dengan bahasa Bugis dan Makassar.
Bahasa Mandar memiliki beberapa
dialek, seperti dialek Majene, Pamboang, Balanipa, dan Campalagian. Setiap
dialek memiliki kekhasan fonetik dan leksikal, tetapi masih dapat saling
dimengerti antarpenutur.
2. Fungsi
Bahasa Mandar dalam Kehidupan Sosial
Bahasa Mandar digunakan dalam
berbagai ranah kehidupan:
- Ranah keluarga: sebagai bahasa ibu dalam
komunikasi sehari-hari di rumah.
- Ranah sosial: digunakan dalam acara adat,
kegiatan keagamaan, dan upacara pernikahan.
- Ranah budaya: sebagai media penyampaian
seni tradisional seperti kalindaqdaq, sayyang pattu’du, dan mappatamma.
Penggunaan bahasa Mandar
memperkuat identitas etnis dan rasa kebersamaan di antara masyarakatnya.
Bahasa ini juga menjadi simbol kebanggaan lokal, terutama di tengah arus
globalisasi yang cenderung menyeragamkan budaya.
3. Pergeseran
dan Pemertahanan Bahasa Mandar
Meskipun masih digunakan luas,
bahasa Mandar menghadapi tantangan besar. Di kota-kota seperti Majene dan
Polewali, banyak anak muda yang lebih sering menggunakan bahasa Indonesia,
terutama di sekolah dan media sosial. Fenomena ini menunjukkan adanya pergeseran
bahasa (language shift).
Namun demikian, masih terdapat
upaya pemertahanan bahasa, seperti:
- Pengajaran bahasa Mandar di sekolah-sekolah sebagai muatan lokal.
- Dokumentasi dan penelitian linguistik oleh akademisi daerah.
- Pelestarian sastra lisan, seperti lomba kalindaqdaq
dan festival budaya Mandar.
- Penggunaan bahasa Mandar di media lokal, termasuk radio komunitas dan konten digital.
Upaya-upaya tersebut menjadi
penting untuk memastikan bahasa Mandar tetap hidup sebagai simbol budaya dan
identitas masyarakat Sulawesi Barat.
4. Faktor
Sosial yang Mempengaruhi Penggunaan Bahasa Mandar
Beberapa faktor sosial turut
mempengaruhi intensitas penggunaan bahasa daerah ini:
- Usia: Generasi tua lebih sering
menggunakan bahasa Mandar, sementara generasi muda cenderung beralih ke
bahasa Indonesia.
- Pendidikan: Semakin tinggi tingkat
pendidikan, semakin besar kecenderungan menggunakan bahasa Indonesia dalam
konteks formal.
- Lingkungan sosial: Di wilayah pedesaan bahasa
Mandar masih dominan, sedangkan di perkotaan terjadi kontak bahasa yang
kuat.
- Media dan teknologi: Dominasi konten berbahasa
Indonesia dan Inggris di internet membuat generasi muda kurang terekspos
pada bahasa daerah.
Faktor-faktor tersebut
memperlihatkan bagaimana bahasa selalu berada dalam proses negosiasi antara identitas
lokal dan tuntutan modernitas.
Penutup
Bahasa dan masyarakat memiliki
hubungan yang bersifat timbal balik dan saling memengaruhi. Bahasa berfungsi
sebagai alat komunikasi sosial, pembentuk identitas, sekaligus penopang
struktur sosial dan budaya suatu masyarakat. Tanpa bahasa, masyarakat akan
kehilangan sarana utama untuk berinteraksi, berorganisasi, dan mewariskan nilai-nilai
budaya.
Dalam konteks masyarakat Mandar,
bahasa daerah bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga simbol kebanggaan dan
kearifan lokal. Upaya pelestarian bahasa Mandar harus terus dilakukan melalui
pendidikan, penelitian, dan penggunaan aktif dalam kehidupan sehari-hari, agar
warisan linguistik dan budaya tersebut tidak punah tergerus zaman.
Sebagai bangsa yang majemuk,
Indonesia memiliki kekayaan bahasa daerah yang luar biasa. Pelestarian
bahasa-bahasa itu bukan semata tanggung jawab penuturnya, tetapi juga tanggung
jawab seluruh warga bangsa sebagai bagian dari upaya menjaga jati diri dan
keberagaman nasional.
Daftar Pustaka
- Chaer, A., & Agustina, L. (2010). Sosiolinguistik: Perkenalan
Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
- Kridalaksana, H. (2008). Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
- Wardhaugh, R. (2010). An Introduction to Sociolinguistics.
Oxford: Blackwell.
- Rahim, A. (2018). Bahasa dan Budaya Mandar. Mamuju: Dinas
Pendidikan Sulawesi Barat.
- Aco Nasir. (2025, November 6). Hakikat dan Ruang Lingkup
Sosiolinguistik. Pusat Referensi Linguistik.
cara sitasi Format Sitasi APA Style (Edisi 7)
Nasir, A. (2025, November 6). Bahasa dan Masyarakat. Pusat Referensi Linguistik.
https://referensilinguistik.blogspot.com/2025/11/bahasa-dan-masyarakat.html
๐งพ 2. Format Sitasi MLA (Modern Language Association)
Nasir, Aco. “Bahasa dan Masyarakat.” Pusat Referensi Linguistik, 6 Nov. 2025, https://referensilinguistik.blogspot.com/2025/11/bahasa-dan-masyarakat.html
๐งพ 3. Format Sitasi Chicago Style
Nasir, Aco. 2025. “Bahasa dan Masyarakat.” Pusat Referensi Linguistik (blog), November 6, 2025. https://referensilinguistik.blogspot.com/2025/11/bahasa-dan-masyarakat.html
๐งพ 4. Format Sitasi untuk Daftar Pustaka (Bahasa Indonesia – Gaya Akademik Lokal)
Nasir, Aco. (2025, 6 November). Bahasa dan Masyarakat. Pusat Referensi Linguistik. Diakses dari https://referensilinguistik.blogspot.com/2025/11/bahasa-dan-masyarakat.html

Tidak ada komentar:
Posting Komentar