Kamis, 06 November 2025

Bahasa dan Masyarakat (02)

 

Bahasa dan Masyarakat

Oleh: Aco Nasir, S.Pd.I., M.Pd
(Pusat Referensi Linguistik)

 

Sosiolinguistik oleh Aco Nasir - Buku Terbaru 2025 | CV. Cemerlang Publishing (cvcemerlangpublishing.com)

Pendahuluan

Bahasa dan masyarakat adalah dua entitas yang tidak dapat dipisahkan. Bahasa hidup, tumbuh, dan berkembang di tengah masyarakat; sementara masyarakat tidak dapat berfungsi tanpa adanya bahasa sebagai alat utama komunikasi dan interaksi sosial. Melalui bahasa, manusia menyampaikan pikiran, mengekspresikan perasaan, membangun hubungan sosial, serta mempertahankan identitas budaya.

Dalam pandangan ilmu linguistik, bahasa bukan hanya sistem tanda yang tersusun secara gramatikal, tetapi juga sistem sosial yang mencerminkan nilai, norma, dan struktur masyarakat. Oleh karena itu, hubungan antara bahasa dan masyarakat menjadi fokus kajian penting dalam bidang sosiolinguistik.

Artikel ini akan mengulas tiga pokok bahasan: (1) bahasa sebagai sistem komunikasi sosial, (2) peran bahasa dalam kelompok masyarakat, dan (3) studi kasus penggunaan bahasa daerah di masyarakat Mandar, Sulawesi Barat.

 


Bahasa sebagai Sistem Komunikasi Sosial

Bahasa pada dasarnya merupakan sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer, digunakan manusia untuk berkomunikasi. Namun dalam konteks sosial, bahasa tidak hanya menjadi alat penyampai pesan, tetapi juga menjadi mekanisme pengatur interaksi sosial. Setiap pilihan kata, gaya berbicara, dan struktur kalimat mencerminkan hubungan sosial antara penutur dan lawan bicara.

1. Bahasa dan Interaksi Sosial

Dalam masyarakat, seseorang berbicara dengan cara berbeda tergantung pada situasi, status sosial, dan kedekatan dengan lawan bicara. Misalnya:

  • Seorang siswa berbicara dengan gurunya secara formal dan sopan.
  • Tetapi ketika berbicara dengan teman sebaya, ia menggunakan gaya bahasa santai dan penuh humor.

Perbedaan itu menunjukkan bahwa bahasa berfungsi sebagai alat penyesuaian sosial. Setiap masyarakat memiliki norma kebahasaan yang mengatur kapan seseorang boleh berbicara, kepada siapa, dan dengan gaya seperti apa. Bahasa, dengan demikian, tidak berdiri sendiri — ia beroperasi di dalam sistem sosial yang kompleks.

๐Ÿ”น Ilustrasi: Bahasa Sebagai Alat Membangun Hubungan Interaksional

Dalam kehidupan sehari-hari, bahasa tidak hanya digunakan untuk menyampaikan informasi, tetapi juga untuk membangun hubungan sosial dan mempengaruhi orang lain. Salah satu contoh yang paling mudah ditemui adalah ketika seseorang berbicara secara berbeda karena memiliki tujuan tertentu — misalnya, ingin meminta bantuan, mencari dukungan, atau memperoleh keuntungan tertentu.

Bayangkan seorang mahasiswa bernama Rizal. Biasanya, ia berbicara dengan dosennya secara singkat dan to the point. Namun, ketika ia menyadari bahwa minggu depan harus mengajukan perpanjangan waktu untuk pengumpulan tugas, gaya bicaranya mulai berubah.

Pada hari itu, Rizal mengetuk pintu ruang dosen dengan senyum ramah.
“Selamat siang, Pak. Wah, Bapak kelihatannya sibuk sekali ya akhir-akhir ini. Banyak mahasiswa yang bimbingan, ya?” katanya sambil tertawa kecil.

Dosen tersenyum, “Ya, begitulah, Rizal. Ada yang bisa saya bantu?”

Rizal pun melanjutkan dengan nada rendah dan sopan, “Sebenarnya, Pak, saya ingin minta izin sedikit. Saya sudah mengerjakan tugas, tapi belum selesai sepenuhnya. Boleh nggak, Pak, kalau saya kumpulnya hari Senin depan?”

Perhatikan bagaimana strategi kebahasaan Rizal berubah:

  1. Ia memulai dengan pujian ringan dan empati, untuk menciptakan suasana akrab.
  2. Ia menggunakan intonasi lembut, pilihan kata sopan, dan ungkapan permisi (“Sebenarnya, Pak, saya ingin minta izin sedikit”) agar permintaannya diterima dengan baik.
  3. Setelah itu, ia baru menyampaikan tujuan utamanya.

Dalam contoh ini, bahasa menjadi alat interaksi sosial yang strategis. Rizal tidak sekadar berkomunikasi untuk menyampaikan informasi, tetapi mengelola hubungan agar lawan bicaranya bersikap positif terhadap permintaannya. Fenomena seperti ini termasuk dalam fungsi interpersonal bahasa, yakni bagaimana bahasa digunakan untuk menjaga hubungan sosial dan memengaruhi sikap orang lain.

 

๐Ÿ”น Ilustrasi Lain: Bahasa dalam Situasi “Ada Maunya” di Lingkungan Masyarakat

Contoh lain dapat dilihat dalam interaksi sehari-hari di masyarakat. Misalnya, di sebuah desa di Mandar, seseorang bernama Sitti ingin meminjam alat dapur dari tetangganya, Ibu Lili. Biasanya, Sitti jarang berkunjung ke rumah Ibu Lili. Namun, ketika ia membutuhkan sesuatu, caranya berbicara menjadi lebih lembut dan akrab.

“Assalamu’alaikum, Bu Lili. Aduh, lama sekali saya tidak mampir. Masih rajin jualan kue, ya, Bu? Baunya sampai ke rumah, wangi sekali,” katanya sambil tersenyum lebar.

Setelah berbasa-basi sebentar, barulah ia berkata,
“Eh iya, Bu, saya mau bikin kue juga, tapi wadah kukus saya rusak. Bisa pinjam wadah Ibu sebentar?”

Dalam situasi ini, Sitti menggunakan bahasa sebagai jembatan sosial.
Ia memulai dengan sapaan, pujian, dan obrolan ringan untuk menciptakan suasana positif. Secara tidak langsung, ia sedang membangun kedekatan emosional sementara, agar permintaannya terasa lebih wajar dan tidak terkesan memaksa.

Fenomena ini disebut dalam sosiolinguistik sebagai strategi kesantunan berbahasa (politeness strategy), di mana pembicara menyesuaikan bentuk tuturan agar hubungannya dengan lawan bicara tetap harmonis meskipun ia memiliki kepentingan pribadi.

 

๐Ÿ”น Analisis Singkat

Dari dua contoh di atas (Rizal dan Sitti), terlihat bahwa:

  1. Bahasa tidak netral. Ia selalu berhubungan dengan maksud, situasi, dan konteks sosial.
  2. Pilihan kata dan nada bicara mencerminkan tujuan interaksi — apakah ingin meminta bantuan, menolak, menegur, atau memuji.
  3. Interaksi sosial melalui bahasa sering kali mengandung dimensi psikologis dan emosional, bukan sekadar pertukaran informasi.

Orang yang memiliki “maunya” tertentu biasanya:

  • menggunakan bentuk bahasa yang lebih sopan atau akrab, tergantung dengan siapa ia berbicara;
  • menyelipkan pujian atau perhatian sosial;
  • menyesuaikan intonasi dan ekspresi wajah untuk memperkuat pesan verbalnya.

 

๐Ÿ”น Kesimpulan Ilustratif

Contoh seperti ini memperlihatkan bahwa bahasa dan masyarakat tidak dapat dipisahkan.
Bahasa adalah alat utama manusia untuk:

  • membangun dan mempertahankan hubungan sosial,
  • menunjukkan sikap dan tujuan pribadi, serta
  • menavigasi norma-norma sosial yang berlaku di lingkungannya.

Oleh karena itu, ketika seseorang “ada maunya,” ia secara alami akan menggunakan bahasa sebagai sarana negosiasi sosial. Ia tidak hanya berbicara untuk menyampaikan isi hati, tetapi juga untuk menciptakan kesan, membangun keakraban, dan memperoleh hasil yang diinginkan.

 

 

2. Bahasa sebagai Cermin Budaya dan Nilai Sosial

Bahasa juga berfungsi sebagai cermin kebudayaan. Dalam setiap bahasa tersimpan cara pandang masyarakat terhadap dunia. Misalnya, dalam bahasa Indonesia kita mengenal kata gotong royong, yang mencerminkan nilai sosial kolektivitas dan kerja sama.
Sementara dalam bahasa Mandar terdapat istilah “sipammase-mase” yang berarti “saling menyayangi atau saling memanusiakan”, mencerminkan nilai kemanusiaan dan solidaritas sosial masyarakat Mandar.

Melalui ungkapan, peribahasa, dan metafora, bahasa mengabadikan kearifan lokal (local wisdom) yang menjadi identitas suatu komunitas. Oleh sebab itu, kehilangan bahasa sama artinya dengan kehilangan sebagian kebudayaan dan jati diri suatu bangsa.

3. Bahasa dan Struktur Sosial

Bahasa juga mencerminkan struktur sosial masyarakat. Dalam masyarakat Jawa, misalnya, terdapat sistem tingkat tutur (undha-usuk basa) yang membedakan antara bahasa untuk orang yang lebih tua (krama) dan yang sebaya atau lebih muda (ngoko).
Struktur bahasa tersebut memperlihatkan adanya hierarki sosial dan nilai kesopanan yang dijaga melalui pilihan bahasa.

Dalam konteks masyarakat Mandar, struktur sosial juga mempengaruhi bahasa. Seorang anak muda akan menggunakan kata sapaan atau bentuk hormat tertentu kepada orang yang lebih tua atau memiliki status sosial tinggi. Fenomena ini memperlihatkan bahwa bahasa tidak hanya mengomunikasikan makna, tetapi juga menegosiasikan posisi sosial.

 

Peran Bahasa dalam Kelompok Masyarakat

Bahasa memegang peran sentral dalam kehidupan sosial. Ia bukan hanya alat komunikasi, melainkan juga sarana pembentukan identitas, solidaritas, dan kekuasaan. Berikut ini beberapa peran penting bahasa dalam kehidupan kelompok masyarakat:

1. Bahasa sebagai Alat Identitas Sosial

Bahasa berfungsi sebagai penanda identitas individu maupun kelompok. Seseorang yang berbicara dalam dialek tertentu biasanya langsung dikenali asal daerahnya. Misalnya, dialek Bugis, Mandar, atau Minangkabau memiliki ciri fonologis dan kosakata khas yang membedakan satu sama lain.

Bahasa juga menjadi simbol kebanggaan. Ketika masyarakat tetap menggunakan bahasa daerah dalam kehidupan sehari-hari, hal itu menunjukkan rasa cinta terhadap warisan budaya leluhur. Sebaliknya, ketika bahasa daerah ditinggalkan, hal itu bisa menjadi tanda terjadinya pergeseran identitas budaya.

2. Bahasa sebagai Sarana Solidaritas dan Keakraban

Dalam kelompok sosial, bahasa sering digunakan untuk mempererat hubungan dan menandai keanggotaan. Misalnya, dalam komunitas remaja muncul kosakata khas seperti bestie, healing, gaskeun, atau cihuy, yang menjadi kode sosial untuk menunjukkan keakraban dan kesamaan generasi.

Hal yang sama juga terjadi pada masyarakat tradisional. Di komunitas Mandar, misalnya, penggunaan sapaan khas seperti “dai” (saudara) atau “sappo” (kawan dekat) mencerminkan hubungan emosional dan solidaritas sosial di antara penutur.

3. Bahasa sebagai Alat Pengendali Sosial

Bahasa juga berfungsi sebagai alat untuk menegakkan norma dan etika. Melalui bahasa, masyarakat menetapkan aturan sopan santun, kesantunan berbicara, serta nilai yang dianggap pantas.
Contohnya, dalam budaya Mandar terdapat prinsip “siri’ na pacce” (harga diri dan empati sosial) yang sering diungkapkan melalui pepatah dan nasihat lisan. Ungkapan-ungkapan itu berfungsi menjaga moral sosial dan mengatur perilaku masyarakat.

4. Bahasa sebagai Sarana Pendidikan dan Pewarisan Nilai

Bahasa berperan penting dalam proses sosialisasi budaya. Nilai, norma, dan ajaran leluhur diwariskan dari generasi ke generasi melalui bahasa, baik secara lisan maupun tertulis. Cerita rakyat, pantun, dan peribahasa menjadi media efektif untuk menanamkan nilai moral kepada anak-anak.

Di masyarakat Mandar, tradisi lisan seperti kalindaqdaq (puisi tradisional Mandar) menjadi sarana pendidikan karakter yang sarat makna filosofis. Kalindaqdaq tidak hanya berisi keindahan bahasa, tetapi juga pesan moral seperti kerja keras, kesetiaan, dan penghormatan terhadap orang tua.

 

Studi Kasus: Penggunaan Bahasa Daerah di Masyarakat Mandar

1. Sekilas tentang Bahasa Mandar

Bahasa Mandar merupakan salah satu bahasa daerah di Sulawesi Barat yang dituturkan oleh suku Mandar, terutama di wilayah Polewali Mandar, Majene, Mamuju, dan sebagian Pinrang. Bahasa ini termasuk dalam rumpun Austronesia dan memiliki hubungan kekerabatan dengan bahasa Bugis dan Makassar.

Bahasa Mandar memiliki beberapa dialek, seperti dialek Majene, Pamboang, Balanipa, dan Campalagian. Setiap dialek memiliki kekhasan fonetik dan leksikal, tetapi masih dapat saling dimengerti antarpenutur.

2. Fungsi Bahasa Mandar dalam Kehidupan Sosial

Bahasa Mandar digunakan dalam berbagai ranah kehidupan:

  • Ranah keluarga: sebagai bahasa ibu dalam komunikasi sehari-hari di rumah.
  • Ranah sosial: digunakan dalam acara adat, kegiatan keagamaan, dan upacara pernikahan.
  • Ranah budaya: sebagai media penyampaian seni tradisional seperti kalindaqdaq, sayyang pattu’du, dan mappatamma.

Penggunaan bahasa Mandar memperkuat identitas etnis dan rasa kebersamaan di antara masyarakatnya. Bahasa ini juga menjadi simbol kebanggaan lokal, terutama di tengah arus globalisasi yang cenderung menyeragamkan budaya.

3. Pergeseran dan Pemertahanan Bahasa Mandar

Meskipun masih digunakan luas, bahasa Mandar menghadapi tantangan besar. Di kota-kota seperti Majene dan Polewali, banyak anak muda yang lebih sering menggunakan bahasa Indonesia, terutama di sekolah dan media sosial. Fenomena ini menunjukkan adanya pergeseran bahasa (language shift).

Namun demikian, masih terdapat upaya pemertahanan bahasa, seperti:

  • Pengajaran bahasa Mandar di sekolah-sekolah sebagai muatan lokal.
  • Dokumentasi dan penelitian linguistik oleh akademisi daerah.
  • Pelestarian sastra lisan, seperti lomba kalindaqdaq dan festival budaya Mandar.
  • Penggunaan bahasa Mandar di media lokal, termasuk radio komunitas dan konten digital.

Upaya-upaya tersebut menjadi penting untuk memastikan bahasa Mandar tetap hidup sebagai simbol budaya dan identitas masyarakat Sulawesi Barat.

4. Faktor Sosial yang Mempengaruhi Penggunaan Bahasa Mandar

Beberapa faktor sosial turut mempengaruhi intensitas penggunaan bahasa daerah ini:

  • Usia: Generasi tua lebih sering menggunakan bahasa Mandar, sementara generasi muda cenderung beralih ke bahasa Indonesia.
  • Pendidikan: Semakin tinggi tingkat pendidikan, semakin besar kecenderungan menggunakan bahasa Indonesia dalam konteks formal.
  • Lingkungan sosial: Di wilayah pedesaan bahasa Mandar masih dominan, sedangkan di perkotaan terjadi kontak bahasa yang kuat.
  • Media dan teknologi: Dominasi konten berbahasa Indonesia dan Inggris di internet membuat generasi muda kurang terekspos pada bahasa daerah.

Faktor-faktor tersebut memperlihatkan bagaimana bahasa selalu berada dalam proses negosiasi antara identitas lokal dan tuntutan modernitas.

 

Penutup

Bahasa dan masyarakat memiliki hubungan yang bersifat timbal balik dan saling memengaruhi. Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi sosial, pembentuk identitas, sekaligus penopang struktur sosial dan budaya suatu masyarakat. Tanpa bahasa, masyarakat akan kehilangan sarana utama untuk berinteraksi, berorganisasi, dan mewariskan nilai-nilai budaya.

Dalam konteks masyarakat Mandar, bahasa daerah bukan hanya alat komunikasi, tetapi juga simbol kebanggaan dan kearifan lokal. Upaya pelestarian bahasa Mandar harus terus dilakukan melalui pendidikan, penelitian, dan penggunaan aktif dalam kehidupan sehari-hari, agar warisan linguistik dan budaya tersebut tidak punah tergerus zaman.

Sebagai bangsa yang majemuk, Indonesia memiliki kekayaan bahasa daerah yang luar biasa. Pelestarian bahasa-bahasa itu bukan semata tanggung jawab penuturnya, tetapi juga tanggung jawab seluruh warga bangsa sebagai bagian dari upaya menjaga jati diri dan keberagaman nasional.

 

Daftar Pustaka

  • Chaer, A., & Agustina, L. (2010). Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Jakarta: Rineka Cipta.
  • Kridalaksana, H. (2008). Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
  • Wardhaugh, R. (2010). An Introduction to Sociolinguistics. Oxford: Blackwell.
  • Rahim, A. (2018). Bahasa dan Budaya Mandar. Mamuju: Dinas Pendidikan Sulawesi Barat.
  • Aco Nasir. (2025, November 6). Hakikat dan Ruang Lingkup Sosiolinguistik. Pusat Referensi Linguistik.

 

cara sitasi Format Sitasi APA Style (Edisi 7)

Nasir, A. (2025, November 6). Bahasa dan Masyarakat. Pusat Referensi Linguistik.
https://referensilinguistik.blogspot.com/2025/11/bahasa-dan-masyarakat.html

๐Ÿงพ 2. Format Sitasi MLA (Modern Language Association)

Nasir, Aco. “Bahasa dan Masyarakat.” Pusat Referensi Linguistik, 6 Nov. 2025,  https://referensilinguistik.blogspot.com/2025/11/bahasa-dan-masyarakat.html

๐Ÿงพ 3. Format Sitasi Chicago Style

Nasir, Aco. 2025. “Bahasa dan Masyarakat.” Pusat Referensi Linguistik (blog), November 6, 2025. https://referensilinguistik.blogspot.com/2025/11/bahasa-dan-masyarakat.html

๐Ÿงพ 4. Format Sitasi untuk Daftar Pustaka (Bahasa Indonesia – Gaya Akademik Lokal)

Nasir, Aco. (2025, 6 November). Bahasa dan Masyarakat. Pusat Referensi Linguistik. Diakses dari https://referensilinguistik.blogspot.com/2025/11/bahasa-dan-masyarakat.html


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Paradigma Linguistik Terapan

1. Perdebatan mengenai definisi linguistik terapan Bidang Linguistik Terapan (applied linguistics) telah lama mengalami perdebatan interna...