Jumat, 14 November 2025

Bahasa dalam Pendidikan: Fungsi, Tantangan, dan Implikasi Sosiolinguistik dalam Pengajaran Bahasa Indonesia (015)

Pendahuluan

Bahasa merupakan sarana fundamental dalam proses pendidikan. Ia tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai medium berpikir, membentuk identitas, dan mentransfer nilai budaya. Dalam konteks pendidikan formal, bahasa berperan sebagai medium utama dalam penyampaian ilmu pengetahuan, interaksi antara guru dan siswa, serta dalam proses penilaian akademik. Sebagai negara dengan keragaman linguistik yang sangat tinggi, Indonesia menghadapi tantangan tersendiri dalam menerapkan bahasa secara efektif di dunia pendidikan. Fenomena multibahasa di sekolah sering kali menimbulkan ketidakseimbangan antara bahasa pengantar pembelajaran (yakni Bahasa Indonesia) dan bahasa ibu peserta didik. Oleh karena itu, pemahaman tentang fungsi bahasa dalam pendidikan, peran bahasa sebagai media pembelajaran, serta implikasi sosiolinguistiknya menjadi sangat penting bagi para pendidik dan perumus kebijakan pendidikan nasional.

 

Sosiolinguistik oleh Aco Nasir - Buku Terbaru 2025 | CV. Cemerlang Publishing

1. Bahasa dalam Pendidikan

Bahasa dalam konteks pendidikan memiliki peran sentral dalam membentuk kemampuan berpikir, menalar, dan berkomunikasi peserta didik. Vygotsky (1978) menekankan bahwa bahasa adalah alat mediasi utama dalam perkembangan kognitif. Melalui bahasa, individu membangun makna terhadap dunia sosial di sekitarnya. Dalam pendidikan, guru menggunakan bahasa untuk menjelaskan konsep, memberikan instruksi, dan menilai hasil belajar siswa. Sebaliknya, siswa menggunakan bahasa untuk memahami pelajaran, mengajukan pertanyaan, serta mengekspresikan ide dan gagasan.

Dalam sistem pendidikan Indonesia, bahasa memiliki tiga fungsi utama: sebagai bahasa pengantar pendidikan, objek pembelajaran, dan alat pengembangan budaya bangsa (Moeliono, 2017). Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional sekaligus bahasa resmi negara berperan penting dalam mempersatukan peserta didik dari latar belakang etnis dan linguistik yang beragam. Sebagai bahasa pengantar pendidikan, Bahasa Indonesia digunakan di seluruh jenjang pendidikan formal. Namun, efektivitasnya sangat bergantung pada kompetensi bahasa peserta didik, terutama mereka yang berasal dari daerah dengan bahasa ibu berbeda.

Kridalaksana (2011) menegaskan bahwa bahasa dalam pendidikan tidak hanya berfungsi sebagai sarana komunikasi, tetapi juga sebagai “alat konseptualisasi”, yaitu sarana untuk membentuk dan mengembangkan konsep pengetahuan. Artinya, kemampuan seseorang dalam memahami pelajaran sangat dipengaruhi oleh kemampuan bahasanya. Oleh karena itu, penguasaan bahasa pengantar menjadi faktor krusial dalam keberhasilan belajar.

 

2. Bahasa sebagai Media Pembelajaran

Bahasa sebagai media pembelajaran berfungsi untuk menyampaikan pengetahuan dan membangun interaksi edukatif antara guru dan siswa. Menurut Halliday (1993), bahasa dalam pembelajaran berperan sebagai “semiotic system” yang memungkinkan guru dan siswa untuk menciptakan makna bersama. Proses belajar bukan hanya menerima informasi, melainkan juga membangun pemahaman melalui interaksi linguistik.

Dalam konteks pedagogis, bahasa sebagai media pembelajaran berfungsi dalam tiga ranah: (1) kognitif, (2) afektif, dan (3) sosial (Gibbons, 2009).

  1. Dalam ranah kognitif, bahasa membantu siswa memahami konsep ilmiah dan berpikir kritis.
  2. Dalam ranah afektif, bahasa berperan dalam membangun motivasi, empati, dan hubungan emosional antara guru dan siswa.
  3. Dalam ranah sosial, bahasa berfungsi untuk mengembangkan kemampuan kolaboratif dan interaksi sosial di kelas.

Bahasa Indonesia, sebagai bahasa pengantar utama di sekolah, memegang peran strategis dalam memperkuat kompetensi literasi dan numerasi siswa. Namun, di banyak wilayah Indonesia yang multilingual, penggunaan Bahasa Indonesia sering kali berbenturan dengan realitas linguistik di lapangan. Misalnya, siswa di Papua, Nusa Tenggara Timur, atau Kalimantan masih lebih fasih menggunakan bahasa daerah atau bahasa Melayu lokal dibandingkan Bahasa Indonesia standar (Lauder, 2008). Akibatnya, bahasa yang seharusnya menjadi jembatan pengetahuan justru menjadi penghalang dalam memahami materi pembelajaran.

Fenomena tersebut memperlihatkan bahwa penggunaan bahasa dalam pembelajaran harus mempertimbangkan konteks linguistik peserta didik. Pendekatan multilingual education (pendidikan berbasis multibahasa) yang mengakomodasi bahasa ibu di tahap awal pendidikan dapat meningkatkan pemahaman konseptual dan kesiapan siswa untuk beralih ke bahasa nasional pada tahap berikutnya (UNESCO, 2016).

 

3. Kendala Multibahasa di Sekolah

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara paling multibahasa di dunia, dengan lebih dari 700 bahasa daerah yang aktif digunakan (Eberhard, Simons, & Fennig, 2022). Kondisi ini menciptakan dinamika kompleks dalam dunia pendidikan. Di satu sisi, keragaman bahasa mencerminkan kekayaan budaya; di sisi lain, ia menjadi tantangan besar dalam penyelenggaraan pendidikan nasional yang berorientasi pada satu bahasa pengantar, yaitu Bahasa Indonesia.

Kendala utama yang muncul dari situasi multibahasa di sekolah antara lain:

  1. Kesulitan Akses terhadap Bahasa Pengantar.
    Siswa yang menggunakan bahasa ibu berbeda dengan Bahasa Indonesia mengalami kesulitan memahami instruksi dan materi pelajaran. Hal ini terutama terjadi di wilayah pedesaan atau daerah terpencil (Nababan, 2012).
  2. Ketimpangan Kompetensi Bahasa antara Guru dan Siswa.
    Banyak guru yang tidak menguasai bahasa daerah siswa, sementara siswa belum sepenuhnya menguasai Bahasa Indonesia. Ketimpangan ini menghambat proses komunikasi dua arah di kelas (Setiawan, 2019).
  3. Kehilangan Bahasa Ibu.
    Kebijakan monolingual di sekolah sering kali membuat siswa meninggalkan bahasa ibu mereka. Dalam jangka panjang, hal ini berpotensi mengikis identitas budaya lokal (Musgrave, 2014).
  4. Kurangnya Materi Ajar Multibahasa.
    Buku teks dan kurikulum nasional sebagian besar disusun dalam Bahasa Indonesia standar tanpa mempertimbangkan konteks lokal dan linguistik siswa. Akibatnya, siswa kesulitan menghubungkan materi pelajaran dengan pengalaman sehari-hari mereka (Mahsun, 2015).

Untuk mengatasi kendala tersebut, para ahli bahasa pendidikan mendorong penerapan pendidikan dwibahasa (bilingual education) atau multilingual education. Dalam model ini, bahasa ibu digunakan sebagai bahasa pengantar pada tahap awal, sementara Bahasa Indonesia diperkenalkan secara bertahap sebagai bahasa akademik. Pendekatan ini terbukti efektif di berbagai negara multilingual seperti Filipina dan India (Benson, 2005).

 

4. Implikasi Sosiolinguistik dalam Pengajaran Bahasa Indonesia

Sosiolinguistik, sebagai kajian tentang hubungan antara bahasa dan masyarakat, memberikan wawasan penting dalam merancang pengajaran bahasa Indonesia yang inklusif dan kontekstual. Pengajaran bahasa tidak bisa dilepaskan dari faktor sosial seperti identitas, kelas sosial, etnisitas, dan kebiasaan linguistik masyarakat (Wardhaugh & Fuller, 2021). Dalam konteks Indonesia, perbedaan dialek dan latar belakang bahasa ibu siswa sangat memengaruhi cara mereka memahami dan menggunakan Bahasa Indonesia.

Implikasi sosiolinguistik dalam pengajaran bahasa Indonesia mencakup beberapa aspek utama:

  1. Variasi Bahasa dan Sikap Bahasa.
    Guru perlu memahami adanya ragam bahasa Indonesia — baik formal maupun nonformal — serta sikap bahasa siswa terhadapnya. Banyak siswa merasa lebih nyaman menggunakan bahasa daerah atau bahasa campuran (code-switching) di kelas. Menurut Suwito (1985), pergeseran kode ini merupakan strategi komunikatif alami dalam situasi bilingual. Guru hendaknya tidak memandangnya sebagai kesalahan, tetapi sebagai jembatan menuju penguasaan bahasa baku.
  2. Kesadaran Multikultural dalam Pembelajaran Bahasa.
    Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional membawa identitas kolektif bangsa, namun tidak boleh meniadakan identitas linguistik lokal. Pengajaran bahasa Indonesia perlu mengintegrasikan unsur budaya daerah agar siswa merasa bahwa bahasa nasional juga mencerminkan jati diri mereka (Sneddon, 2003).
  3. Pendekatan Kontekstual dan Komunikatif.
    Pembelajaran bahasa Indonesia tidak cukup hanya menekankan tata bahasa (grammar-oriented), tetapi harus berorientasi pada konteks sosial penggunaan bahasa. Model pembelajaran berbasis konteks sosial (communicative language teaching) menekankan kemampuan berkomunikasi sesuai situasi (Littlewood, 2014).
  4. Kesetaraan Linguistik dalam Kelas.
    Guru perlu menghindari diskriminasi linguistik, yakni sikap yang menganggap bahasa daerah lebih rendah dari Bahasa Indonesia. Prinsip “kesetaraan linguistik” menempatkan semua bahasa sebagai bentuk ekspresi budaya yang bernilai (Fishman, 1991).

Dengan memperhatikan implikasi-implikasi ini, pengajaran Bahasa Indonesia dapat menjadi sarana pemberdayaan sosial sekaligus alat integrasi nasional. Bahasa Indonesia bukan hanya alat komunikasi formal, tetapi juga simbol kesatuan dalam keberagaman.

 

Kesimpulan

Bahasa memainkan peran vital dalam pendidikan, baik sebagai sarana komunikasi, alat berpikir, maupun media pembentukan karakter dan identitas bangsa. Dalam konteks pendidikan Indonesia yang multibahasa, tantangan utama terletak pada kesenjangan antara bahasa pengantar pendidikan dan bahasa ibu siswa. Untuk mengatasi kendala ini, diperlukan kebijakan pendidikan yang adaptif terhadap realitas linguistik di lapangan. Pendekatan multibahasa berbasis sosiolinguistik dapat menjadi solusi strategis agar pendidikan benar-benar inklusif dan efektif.

Bahasa Indonesia, sebagai bahasa nasional, tetap menjadi perekat identitas kebangsaan, namun pengajaran dan penggunaannya harus peka terhadap keragaman linguistik lokal. Dengan mengintegrasikan teori sosiolinguistik dalam praktik pengajaran bahasa, guru dapat menciptakan lingkungan belajar yang menghargai pluralitas, memperkuat kompetensi komunikasi siswa, dan menjaga keseimbangan antara bahasa nasional dan bahasa daerah.

Akhirnya, pendidikan bahasa yang sensitif secara sosial dan linguistik bukan hanya mengajarkan tata bahasa, tetapi juga membentuk manusia Indonesia yang berpikir kritis, berbudaya, dan beridentitas ganda — lokal dan nasional sekaligus.

 

Daftar Pustaka

Benson, C. (2005). The importance of mother tongue-based schooling for educational quality. UNESCO.

Eberhard, D. M., Simons, G. F., & Fennig, C. D. (2022). Ethnologue: Languages of the world (25th ed.). SIL International.

Fishman, J. A. (1991). Reversing language shift: Theoretical and empirical foundations of assistance to threatened languages. Multilingual Matters.

Gibbons, P. (2009). English learners, academic literacy, and thinking: Learning in the challenge zone. Heinemann.

Halliday, M. A. K. (1993). Towards a language-based theory of learning. Linguistics and Education, 5(2), 93–116.

Kridalaksana, H. (2011). Pembentukan kata dalam bahasa Indonesia. Gramedia Pustaka Utama.

Lauder, A. (2008). The status and function of English in Indonesia: A review of key factors. Makara, Social Humaniora, 12(1), 9–20.

Littlewood, W. (2014). Communicative language teaching: An introduction. Cambridge University Press.

Mahsun. (2015). Pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks dan konteks budaya lokal. Rajawali Pers.

Moeliono, A. M. (2017). Bahasa dan politik bahasa: Kumpulan karangan. PT Dunia Pustaka Jaya.

Musgrave, S. (2014). Language shift and language maintenance in Indonesia. Asian Journal of Social Science, 42(2), 1–23.

Nababan, P. W. J. (2012). Language policy and language education in Indonesia. Asian EFL Journal, 14(1), 141–160.

Setiawan, T. (2019). Tantangan multibahasa dalam pendidikan dasar di Indonesia. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 4(3), 245–256.

Sneddon, J. N. (2003). The Indonesian language: Its history and role in modern society. UNSW Press.

Suwito. (1985). Sosiolinguistik: Teori dan masalah. Penerbit Henary Offset.

UNESCO. (2016). If you don’t understand, how can you learn? Global education monitoring report. Paris: UNESCO.

Vygotsky, L. S. (1978). Mind in society: The development of higher psychological processes. Harvard University Press.

Wardhaugh, R., & Fuller, J. M. (2021). An introduction to sociolinguistics (8th ed.). Wiley Blackwell.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Paradigma Linguistik Terapan

1. Perdebatan mengenai definisi linguistik terapan Bidang Linguistik Terapan (applied linguistics) telah lama mengalami perdebatan interna...