Pendahuluan
Bahasa
adalah alat utama manusia untuk berkomunikasi, berpikir, dan mengekspresikan
identitas sosialnya. Namun dalam kenyataan sehari-hari, banyak individu dan
komunitas tidak hanya menguasai satu bahasa. Mereka hidup dalam masyarakat multibahasa
(multilingual), di mana berbagai bahasa digunakan secara berdampingan dalam
berbagai konteks sosial. Dalam situasi seperti ini, muncul satu fenomena
menarik yang dikenal sebagai pilihan bahasa (language choice) —
keputusan sadar atau tidak sadar seseorang untuk menggunakan satu bahasa
tertentu di antara beberapa bahasa yang dikuasainya.
Pilihan
bahasa bukanlah sesuatu yang acak. Ia merupakan hasil interaksi yang kompleks
antara faktor sosial, budaya, psikologis, dan situasional. Dengan kata
lain, ketika seseorang memilih bahasa untuk berbicara, ia tidak hanya
mempertimbangkan siapa lawan bicaranya, tetapi juga kapan, di mana,
dan untuk tujuan apa komunikasi itu dilakukan.
Artikel ini akan membahas secara mendalam tentang konsep pilihan bahasa, faktor-faktor yang memengaruhinya, serta contoh nyata fenomena pemilihan bahasa dalam keluarga multilingual, khususnya dalam konteks masyarakat Indonesia yang dikenal sebagai bangsa yang sangat kaya bahasa.
1. Konsep
Pilihan Bahasa
Dalam kajian
sosiolinguistik, pilihan bahasa merujuk pada tindakan penutur
memilih satu bahasa atau variasi bahasa tertentu dalam konteks komunikasi
tertentu. Pilihan ini dapat bersifat:
- Sadar (conscious) —
ketika penutur dengan sengaja menyesuaikan bahasa untuk mencapai tujuan
tertentu, misalnya untuk terlihat sopan, profesional, atau akrab.
- Tidak sadar (unconscious) —
ketika penutur berganti bahasa secara alami tanpa menyadari adanya
perubahan (fenomena ini sering disebut code-switching).
Sebagai
contoh, seorang mahasiswa asal Makassar yang sedang kuliah di Jakarta mungkin
menggunakan bahasa Indonesia saat berdiskusi dengan dosen, tetapi beralih ke
bahasa Makassar saat menelepon orang tuanya. Pilihan bahasa seperti ini
mencerminkan kesadaran terhadap norma sosial dan identitas kebahasaan yang
dimiliki oleh penutur.
Dalam
konteks yang lebih luas, pilihan bahasa juga menjadi cerminan identitas
sosial dan budaya. Bahasa yang digunakan seseorang menunjukkan afiliasi
kelompoknya — apakah ia ingin menonjolkan identitas etnik, kesetiaan pada
komunitas lokal, atau justru keinginannya untuk menyesuaikan diri dengan
kelompok lain.
2.
Faktor-faktor Penentu Pemilihan Bahasa
Terdapat
berbagai faktor yang memengaruhi seseorang atau kelompok dalam memilih bahasa
yang akan digunakan. Secara umum, faktor-faktor tersebut dapat dibagi menjadi faktor
sosial, faktor situasional, faktor psikologis, dan faktor
linguistik.
a. Faktor
Sosial
Faktor
sosial mencakup usia, status sosial, tingkat pendidikan, gender, dan hubungan
antarpenutur.
- Usia:
Penutur muda cenderung lebih fleksibel dalam berganti bahasa dan lebih cepat mengikuti tren bahasa, seperti menggunakan campuran bahasa Indonesia dan Inggris (Indo-English).
Sementara itu, penutur yang lebih tua biasanya lebih setia pada bahasa daerah atau bahasa yang dianggap lebih formal. - Status sosial dan pendidikan:
Penutur dari latar sosial ekonomi tinggi atau berpendidikan tinggi cenderung lebih sering menggunakan bahasa nasional atau internasional untuk menunjukkan prestise. Misalnya, seseorang mungkin memilih menggunakan bahasa Inggris dalam pertemuan bisnis untuk menunjukkan profesionalisme. - Hubungan antarpenutur:
Bahasa yang digunakan kepada teman sebaya tentu berbeda dengan bahasa yang digunakan kepada orang tua, guru, atau atasan. Hubungan sosial menentukan tingkat formalitas dan kesopanan dalam pemilihan bahasa.
b. Faktor
Situasional
Faktor
situasional meliputi tempat, waktu, topik, dan tujuan komunikasi.
- Tempat:
Di rumah, seseorang mungkin menggunakan bahasa daerah, sementara di kantor atau kampus ia menggunakan bahasa Indonesia. - Waktu dan suasana:
Dalam suasana santai, bahasa yang digunakan cenderung informal. Namun, dalam upacara resmi atau kegiatan akademik, ragam bahasa formal akan lebih dipilih. - Topik pembicaraan:
Ketika berbicara tentang teknologi atau bisnis internasional, penutur mungkin memasukkan istilah bahasa Inggris karena dianggap lebih tepat secara terminologis. - Tujuan komunikasi:
Tujuan memengaruhi strategi berbahasa. Jika penutur ingin menegaskan identitas lokalnya, ia akan menggunakan bahasa daerah. Namun jika ingin diterima secara nasional, ia akan menggunakan bahasa Indonesia.
c. Faktor
Psikologis dan Emosional
Pilihan
bahasa juga dipengaruhi oleh kondisi emosional dan identitas diri. Bahasa yang
digunakan sering kali mencerminkan kedekatan atau jarak emosional.
Misalnya,
seseorang mungkin menggunakan bahasa daerah dengan anggota keluarganya untuk
mengekspresikan keintiman, tetapi menggunakan bahasa nasional dalam situasi
formal.
Selain itu, beberapa orang mungkin merasa lebih “nyaman” atau “autentik” ketika
berbicara dalam bahasa pertama mereka (L1), sementara yang lain lebih percaya
diri menggunakan bahasa kedua (L2) karena alasan prestise sosial.
d. Faktor
Linguistik
Perbedaan
dalam sistem bahasa juga dapat memengaruhi pilihan bahasa. Misalnya, seseorang
bisa memilih bahasa yang memiliki kosakata atau struktur yang lebih sesuai
untuk topik tertentu.
Dalam dunia akademik, penutur sering menggunakan bahasa Inggris karena banyak
istilah ilmiah berasal dari bahasa tersebut dan sulit diterjemahkan secara
tepat ke dalam bahasa lain.
3. Pilihan
Bahasa dalam Keluarga Multilingual
Salah satu
ruang paling menarik untuk mengamati fenomena pilihan bahasa adalah dalam
keluarga multilingual — yaitu keluarga yang menggunakan dua atau lebih
bahasa dalam kehidupan sehari-hari.
Di
Indonesia, kondisi ini sangat umum. Banyak keluarga yang menggunakan kombinasi bahasa
daerah + bahasa Indonesia, atau bahasa Indonesia + bahasa asing
(terutama Inggris atau Arab).
a. Dinamika
Bahasa dalam Keluarga
Pemilihan
bahasa dalam keluarga biasanya bergantung pada:
- Latar belakang etnis orang tua
Misalnya, seorang ayah dari suku Bugis dan ibu dari suku Jawa dapat menciptakan lingkungan multilingual di rumah. Anak-anak mereka mungkin mendengar bahasa Bugis dari ayah, bahasa Jawa dari ibu, dan bahasa Indonesia saat berbicara bersama. - Tujuan pendidikan dan sosial
Banyak keluarga urban memilih menggunakan bahasa Indonesia atau Inggris untuk mempersiapkan anak-anak menghadapi dunia pendidikan formal. - Dominasi bahasa tertentu di lingkungan sosial
Jika keluarga tinggal di daerah di mana satu bahasa dominan, maka bahasa itu akan lebih sering digunakan oleh anak-anak, bahkan mungkin menggantikan bahasa warisan keluarga.
b. Contoh
Fenomena Nyata
- Keluarga Bugis-Makassar di Makassar
Di rumah, orang tua berbicara dalam bahasa Bugis, tetapi anak-anak menjawab dalam bahasa Indonesia. Fenomena ini disebut language shift — pergeseran bahasa antar generasi karena pengaruh pendidikan dan media. - Keluarga Jawa di Jakarta
Orang tua menggunakan bahasa Jawa saat berbicara satu sama lain, namun menggunakan bahasa Indonesia kepada anak-anak agar mereka mudah beradaptasi di lingkungan sekolah. - Keluarga Urban Multilingual
Di kota besar seperti Jakarta, Surabaya, atau Bandung, banyak keluarga muda menggunakan campuran bahasa Indonesia dan Inggris dalam percakapan harian, seperti “Mama nanti meeting dulu, ya. Kamu udah siap online class belum?”
Ini mencerminkan fenomena code-mixing (pencampuran kode), yang menunjukkan pengaruh globalisasi terhadap bahasa keluarga.
c. Dampak
Pemilihan Bahasa di Keluarga Multilingual
Pemilihan
bahasa dalam keluarga memiliki dampak besar terhadap perkembangan identitas
dan kemampuan bahasa anak.
- Jika keluarga secara konsisten menggunakan lebih
dari satu bahasa, anak akan tumbuh menjadi dwibahasa atau multibahasa.
- Namun, jika satu bahasa lebih dominan, maka
bahasa lain bisa mengalami kemunduran atau hilang (language attrition).
Selain itu,
pilihan bahasa juga memengaruhi pembentukan identitas budaya anak. Anak
yang terbiasa menggunakan bahasa daerah akan memiliki ikatan yang lebih kuat
dengan akar budayanya, sedangkan anak yang hanya menggunakan bahasa nasional
atau asing mungkin merasa lebih “global”, namun kehilangan sebagian kedekatan
budaya lokal.
4. Tantangan
dan Peluang
Fenomena
pilihan bahasa dalam keluarga multilingual tidak hanya menghadirkan
keanekaragaman linguistik, tetapi juga tantangan dalam pelestarian bahasa
daerah. Banyak studi menunjukkan bahwa bahasa daerah di Indonesia terancam
punah karena semakin sedikit digunakan dalam keluarga muda.
Namun,
fenomena ini juga membuka peluang baru:
- Penelitian sosiolinguistik dan pendidikan bahasa dapat
mengkaji bagaimana strategi bilingual dapat diterapkan tanpa mengorbankan
bahasa daerah.
- Kebijakan bahasa nasional dapat
diarahkan untuk mendorong penggunaan bahasa daerah di ranah domestik,
sambil mempertahankan bahasa Indonesia sebagai alat pemersatu.
Bahasa merupakan sarana utama manusia untuk berkomunikasi, mengekspresikan
pikiran, serta membangun identitas sosial dan budaya. Dalam masyarakat yang
kaya akan keanekaragaman linguistik seperti Indonesia, seseorang sering
dihadapkan pada pilihan untuk menggunakan bahasa
daerah, bahasa Indonesia,
atau bahkan bahasa asing dalam
situasi tertentu. Fenomena ini dikenal sebagai pilihan bahasa (language choice).
Pilihan bahasa tidak terjadi secara kebetulan.
Ia merupakan hasil pertimbangan yang kompleks antara siapa lawan bicara, di mana komunikasi berlangsung, dan tujuan
apa yang ingin dicapai.
Seorang guru, misalnya, mungkin berbicara dalam bahasa Indonesia baku di kelas,
tetapi menggunakan bahasa daerah saat berbicara dengan tetangga, dan bahasa
Inggris saat berkomunikasi di forum akademik internasional.
Artikel ini akan menjelaskan konsep pilihan bahasa, faktor-faktor yang memengaruhinya, serta fenomena nyata pemilihan bahasa di keluarga
multilingual, disertai sejumlah contoh
ilustratif untuk memperjelas pembahasan.
1. Konsep Pilihan Bahasa
Dalam kajian sosiolinguistik, pilihan bahasa adalah keputusan penutur
untuk menggunakan satu bahasa atau variasi bahasa tertentu di antara beberapa
bahasa yang dikuasainya.
Pilihan ini bisa terjadi secara sadar
(conscious) atau tidak sadar
(unconscious).
Ilustrasi
1: Pergantian Bahasa Berdasarkan Situasi
·
Di
kampus:
“Selamat pagi, Pak. Saya sudah siapkan laporan
penelitian.”
·
Di
rumah:
“Mak, nanti malam saya makan di luar ya.”
·
Di
media sosial:
“Finally done! Capek banget tapi senang hasilnya bagus 😎.”
👉 Dalam contoh di atas,
penutur menggunakan tiga ragam bahasa berbeda sesuai konteks — formal, nonformal, dan campuran
(Indo-English).
Pilihan bahasa juga mencerminkan identitas
sosial seseorang. Dengan memilih bahasa tertentu, penutur dapat menunjukkan
rasa solidaritas, kedekatan emosional, atau bahkan kekuasaan dan status sosial.
2. Faktor-faktor Penentu Pemilihan Bahasa
Pilihan bahasa dipengaruhi oleh berbagai
faktor yang saling berkaitan. Berikut penjelasan dan ilustrasinya.
a.
Faktor Sosial
Faktor sosial mencakup usia, status sosial,
pendidikan, dan hubungan antarpenutur.
Ilustrasi 2: Faktor Usia
·
Remaja:
“Gila, parah sih konsernya keren banget!”
·
Dewasa:
“Konsernya luar biasa, saya sangat menikmati
penampilannya.”
Kalimat pertama menunjukkan gaya bahasa ekspresif khas remaja, sedangkan
kalimat kedua lebih formal dan sopan.
Ilustrasi 3: Faktor Status
Sosial
·
Bahasa pejabat:
“Kami akan mengoptimalkan sinergi lintas sektor untuk
mendukung program pemerintah.”
·
Bahasa masyarakat umum:
“Kami bakal kerja bareng biar programnya jalan lancar.”
Perbedaan ini menunjukkan bahwa bahasa pejabat lebih formal dan berorientasi
pada citra publik.
Ilustrasi 4: Faktor Hubungan
Sosial
·
Kepada teman sebaya:
“Bro, nanti nongkrong di mana?”
·
Kepada dosen:
“Permisi, Pak. Apakah saya boleh konsultasi terkait
tugas?”
Pemilihan kata dan tingkat kesopanan berubah sesuai hubungan sosial antara
penutur dan lawan bicara.
b.
Faktor Situasional
Situasi komunikasi seperti tempat, waktu, topik, dan tujuan juga
menentukan bahasa yang digunakan.
Ilustrasi 5: Berdasarkan
Tempat
·
Di pasar tradisional:
“Bu, tomatnya berapa sekilo?”
·
Di kantor pemerintahan:
“Mohon izin, saya ingin mengajukan permohonan data
terbaru.”
Perbedaan lokasi menyebabkan perbedaan tingkat formalitas bahasa.
Ilustrasi 6: Berdasarkan
Topik
·
Saat membahas teknologi:
“Sistem AI sekarang bisa generate teks otomatis, loh.”
·
Saat membahas kehidupan
sehari-hari:
“Besok jadi nonton nggak?”
Topik profesional memunculkan kosakata teknis, sementara topik santai
menggunakan bahasa nonformal.
c.
Faktor Psikologis dan Emosional
Bahasa dapat mencerminkan kedekatan atau jarak
emosional antara penutur dan lawan bicara.
Ilustrasi 7: Ekspresi
Emosional
·
Saat marah:
“Kamu tuh nggak pernah dengar, ya!”
·
Saat tenang:
“Saya harap kamu bisa lebih memperhatikan hal ini.”
Pilihan kata dan intonasi mencerminkan emosi penutur yang berbeda.
Ilustrasi 8: Identitas Diri
Seorang remaja dari keluarga Batak di Jakarta
mungkin menggunakan bahasa Batak hanya ketika berbicara dengan keluarga di
kampung untuk menunjukkan rasa memiliki terhadap identitas etniknya.
d.
Faktor Linguistik
Faktor ini berkaitan dengan kesesuaian
struktur bahasa dan kosakata terhadap konteks komunikasi.
Ilustrasi 9: Pilihan
Berdasarkan Keterpahaman
Dalam konteks akademik:
“Kita perlu
melakukan literature review sebelum
menyusun kerangka teori.”
Istilah literature review dipilih karena
tidak ada padanan tunggal yang tepat dalam bahasa Indonesia, menunjukkan alasan
linguistik dalam pemilihan bahasa.
3. Pilihan Bahasa dalam Keluarga Multilingual
Keluarga merupakan arena utama untuk melihat
dinamika pemilihan bahasa, terutama di masyarakat multilingual seperti Indonesia.
Banyak keluarga menggunakan dua atau lebih bahasa: bahasa daerah, bahasa
Indonesia, dan bahkan bahasa asing.
a.
Ilustrasi 10: Keluarga Bilingual Bugis–Makassar
Di rumah, ayah berbicara bahasa Bugis, ibu
menggunakan bahasa Makassar, dan anak-anak menjawab dalam bahasa Indonesia.
Ayah: “Iya nak,
pi’ mallu na?”
Anak: “Nanti saja, Yah. Lagi nonton dulu.”
Fenomena ini menunjukkan terjadinya alih kode (code-switching) dan pergeseran bahasa (language shift) antar
generasi. Bahasa Indonesia menjadi dominan karena pengaruh sekolah dan media.
b.
Ilustrasi 11: Keluarga Jawa di Jakarta
Ibu: “Le, wis
mangan durung?” (Nak, sudah makan belum?)
Anak: “Sudah, Bu. Tadi makan sama teman.”
Meskipun orang tua tetap menggunakan bahasa
Jawa, anak menjawab dalam bahasa Indonesia. Ini menunjukkan bahwa bahasa Indonesia berfungsi sebagai bahasa
penghubung antar generasi.
c.
Ilustrasi 12: Keluarga Urban Multilingual
Ayah: “Honey, kamu
udah upload assignment-nya?”
Anak: “Belum, nanti after dinner, ya.”
Keluarga ini menggunakan campuran bahasa
Indonesia dan Inggris — sebuah bentuk code-mixing
yang umum di kalangan urban muda dan berpendidikan.
d.
Ilustrasi 13: Keluarga di Lingkungan Pesantren
Ibu: “Nak, baca
kitabnya jangan lupa.”
Anak: “Iya, Bu. Tadi ustaz juga suruh hafalin ayatnya.”
Konteks keagamaan mendorong penggunaan bahasa Arab dalam istilah tertentu,
seperti ustaz, ayat, kitab, yang
menjadi bagian dari ragam bahasa keagamaan keluarga tersebut.
4. Dampak Pemilihan Bahasa dalam Keluarga
Multilingual
Pemilihan bahasa dalam keluarga multilingual
memiliki dampak yang signifikan, baik positif maupun negatif.
a.
Dampak Positif
1.
Anak memiliki kemampuan dwibahasa (bilingual) atau bahkan multibahasa.
2.
Meningkatkan fleksibilitas
komunikasi dan kesadaran budaya.
3.
Membantu anak menyesuaikan diri di
berbagai lingkungan sosial.
b.
Dampak Negatif
1.
Salah satu bahasa bisa menjadi
dominan dan menyebabkan hilangnya bahasa
warisan (heritage language loss).
2.
Anak mungkin mengalami campur kode berlebihan, yang membuat
penguasaan struktur bahasa menjadi kurang sempurna.
3.
Perbedaan pilihan bahasa antar
anggota keluarga bisa menimbulkan kesenjangan komunikasi.
Ilustrasi 14: Konflik Bahasa
dalam Keluarga
Nenek: “Kenapa
cucuku nggak bisa bahasa Mandar lagi?”
Cucu: “Aku ngerti sedikit, Nek, tapi susah ngomongnya.”
Dialog ini menggambarkan pergeseran bahasa
daerah karena kurangnya transmisi antar generasi.
5. Tantangan dan Peluang
Tantangan utama dalam masyarakat multilingual
seperti Indonesia adalah menjaga
keseimbangan antara bahasa nasional, daerah, dan global.
Banyak keluarga lebih memilih bahasa Indonesia atau Inggris demi “kemajuan,”
padahal hal ini dapat mempercepat hilangnya bahasa daerah.
Namun, peluang tetap terbuka:
·
Sekolah-sekolah bilingual dapat dijadikan sarana menjaga
warisan bahasa sambil menyiapkan anak menjadi warga global.
·
Media digital bisa digunakan untuk menghidupkan kembali
bahasa daerah melalui konten kreatif seperti video, cerita, atau lagu anak.
Ilustrasi 15: Revitalisasi
Bahasa Daerah
Sebuah keluarga Mandar di Polewali Mandar
membuat kanal YouTube berisi dongeng berbahasa Mandar untuk anak-anak. Ini
menjadi contoh konkret bagaimana teknologi dapat mendukung pelestarian bahasa
daerah di lingkungan keluarga.
6. Kesimpulan
Pilihan bahasa bukan sekadar keputusan
linguistik, tetapi juga tindakan sosial
dan identitas budaya.
Faktor usia, status sosial, pendidikan, situasi, serta emosi semuanya berperan
dalam menentukan bahasa yang digunakan seseorang.
Dalam keluarga multilingual, pemilihan bahasa
menjadi lebih kompleks karena menyangkut pewarisan
budaya dan pembentukan identitas anak.
Bahasa daerah, bahasa Indonesia, dan bahasa asing harus dipandang bukan sebagai
pesaing, tetapi sebagai aset linguistik
yang memperkaya kehidupan berbahasa masyarakat Indonesia.
💡 Ajakan
untuk Eksplorasi
Mari kita terus mengeksplorasi fenomena pilihan bahasa dalam berbagai
konteks — rumah, sekolah, media sosial, hingga ruang publik — karena melalui
bahasa, kita memahami lebih dalam siapa
diri kita dan bagaimana kita hidup dalam keberagaman.
5.
Kesimpulan
Pilihan
bahasa adalah cerminan dari identitas, relasi sosial, dan konteks budaya
penuturnya. Berbagai faktor seperti usia, status sosial, pendidikan, situasi,
serta emosi memengaruhi bagaimana seseorang memilih bahasa dalam interaksi
sehari-hari.
Dalam
konteks keluarga multilingual, pilihan bahasa menjadi semakin kompleks karena
berkaitan dengan pewarisan budaya dan pembentukan identitas anak.
Keluarga tidak hanya menjadi tempat pertama anak belajar berbahasa, tetapi juga
ruang di mana nilai-nilai sosial dan budaya ditransmisikan melalui bahasa.
Oleh karena
itu, penting bagi masyarakat multilingual seperti Indonesia untuk menjaga
keseimbangan antara bahasa daerah, bahasa nasional, dan bahasa global agar
keberagaman linguistik tetap hidup dan berkembang.
Pusat
Referensi Linguistik mengajak para pembaca, peneliti, dan pemerhati bahasa
untuk terus mengeksplorasi fenomena pilihan bahasa — bukan hanya sebagai
objek kajian akademik, tetapi juga sebagai wujud nyata dari keberagaman
identitas dan dinamika budaya bangsa.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar