Abstract
Artikel
ilmiah ini membahas secara komprehensif perkembangan kemampuan bahasa pertama
pada anak. Melalui pendekatan psikolinguistik, artikel ini menganalisis
tahap-tahap pemerolehan bahasa, faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta
teori-teori utama yang mendasarinya. Pembahasan dimulai dari fase prelinguistik
hingga penguasaan tata bahasa yang kompleks, dengan menyertakan ilustrasi
empiris dari berbagai konteks bahasa. Tinjauan literatur mengungkap interaksi
kompleks antara faktor biologis bawaan (nature) dan pengaruh lingkungan
(nurture) dalam proses pemerolehan bahasa pertama. Artikel ini diharapkan dapat
memberikan pemahaman yang mendalam mengenai mekanisme pemerolehan bahasa
pertama sebagai fondasi kognisi dan komunikasi manusia.
Kata kunci: Pemerolehan Bahasa Pertama, Psikolinguistik, Perkembangan
Bahasa, Teori Pemerolehan Bahasa, Perkembangan Anak
| Dasar Psikolinguistik - Aco Nasir, S.Pd.I., M.Pd. | CV. Cemerlang Publishing |
Pendahuluan
Kemampuan
bahasa pertama (bahasa ibu) merupakan salah satu pencapaian kognitif paling
menakjubkan dalam perkembangan manusia. Dalam rentang waktu hanya beberapa
tahun, anak-anak beralih dari komunikasi prelinguistik melalui tangisan menjadi
penutur yang kompeten yang mampu menghasilkan dan memahami kalimat-kalimat
kompleks (Clark, 2016). Proses ini terjadi dengan konsistensi yang mengesankan
di berbagai budaya dan bahasa, meskipun terdapat variasi dalam input linguistik
yang diterima anak.
Pemerolehan
bahasa pertama (first language acquisition) didefinisikan sebagai proses alami
dimana anak mengembangkan kompetensi dalam bahasa ibunya melalui paparan dan
interaksi, tanpa instruksi formal yang eksplisit (Lightbown & Spada, 2013).
Berbeda dengan pembelajaran bahasa kedua, pemerolehan bahasa pertama bersifat
spontan, terintegrasi dengan perkembangan kognitif dan sosial, dan umumnya mencapai
tingkat kemahiran penutur asli.
Artikel
ini bertujuan untuk menganalisis perkembangan kemampuan bahasa pertama melalui
pendekatan psikolinguistik dengan struktur sebagai berikut: (1) tinjauan
komprehensif tahap-tahap perkembangan bahasa dari masa bayi hingga sekolah
dasar; (2) analisis teori-teori utama pemerolehan bahasa; (3) eksplorasi faktor
biologis dan lingkungan yang mempengaruhi proses ini; dan (4) diskusi mengenai
variasi individual dalam perkembangan bahasa.
Tahap-Tahap Perkembangan Bahasa Pertama
1. Fase Prelinguistik (0-12 Bulan)
Fase
perkembangan bahasa sebelum munculnya kata pertama ini merupakan fondasi
kritikal bagi kemampuan berbahasa.
Tangisan dan Vokalisasi Awal: Sejak lahir, bayi berkomunikasi melalui
tangisan yang awalnya bersifat refleksif, namun segera berkembang menjadi alat
komunikasi yang terdiferensiasi (orang tua dapat membedakan tangisan lapar,
lelah, atau kesakitan). Pada usia sekitar 6-8 minggu, muncul fase cooing dimana bayi
menghasilkan bunyi vokal seperti "aaa" atau "uuu" yang
terkait dengan keadaan nyaman.
Babbling (Mengoceh): Sekitar usia 6 bulan, bayi memasuki fase babbling dengan
menghasilkan rangkaian konsonan-vokal seperti "mama",
"dada", atau "gaga" (Oller, 2000). Penting untuk dicatat
bahwa babbling sudah menunjukkan karakteristik fonologis bahasa target. Seorang
bayi yang dibesarkan dalam lingkungan bahasa Indonesia akan mulai menghasilkan
ocehan dengan pola intonasi yang menyerupai bahasa Indonesia.
Ilustrasi: Penelitian terhadap bayi berusia 10 bulan menunjukkan bahwa
mereka sudah kehilangan sensitivitas terhadap kontras fonologis yang tidak
relevan dalam bahasa ibunya, sementara mempertahankan sensitivitas terhadap
kontras yang relevan (Werker & Tees, 2005). Seorang bayi Jepang akan
kesulitan membedakan /r/ dan /l/ yang tidak signifikan dalam bahasa Jepang,
sedangkan bayi Indonesia tetap dapat membedakannya.
2. Fase Satu Kata atau Holofrastik (12-18 Bulan)
Kata
pertama yang bermakna biasanya muncul sekitar ulang tahun pertama anak.
Kata-kata ini seringkali berupa objek yang familiar dalam lingkungan anak
("mama", "papa", "sus", "bola") atau
kata tindakan sederhana ("habis", "buang").
Karakteristik
utama fase ini adalah penggunaan holofrasis - dimana satu kata mewakili makna
keseluruhan kalimat. Ujaran "minum" dapat berarti "Saya mau
minum", "Ini minuman", atau "Dia sedang minum"
tergantung konteks (Clark, 2016).
Ilustrasi: Seorang anak usia 14 bulan melihat seekor kucing dan berkata
"pus". Ketika kucing tersebut lari, anak itu menangis dan kembali
berkata "pus" dengan intonasi sedih. Dalam hal ini, "pus"
berarti "Kucingnya pergi, aku sedih".
3. Fase Dua Kata (18-24 Bulan)
Pada
fase ini, anak mulai menggabungkan dua kata membentuk ujaran telegrafik yang
mengikuti urutan sintaksis dasar bahasa target. Ujaran seperti "mama datang",
"susu habis", atau "buka pintu" menunjukkan pemahaman awal
tentang hubungan semantik seperti agen-tindakan, pemilik-objek, atau
tindakan-objek.
Ilustrasi: Seorang anak Indonesia usia 20 bulan berkata "mobil
papa" yang menunjukkan hubungan kepemilikan. Urutan kata ini konsisten
dengan tata bahasa Indonesia dimana possessor mengikuti possessed, berbeda
dengan bahasa Inggris dimana anak akan mengatakan "daddy car" dengan
urutan possessor-possessed.
4. Fase Ujaran Telegrafik (2-3 Tahun)
Anak
mulai menghasilkan ujaran yang lebih panjang (3-5 kata) namun masih
menghilangkan morfem gramatikal seperti preposisi, konjungsi, dan artikel.
Ujaran-ujaran ini menyerupai telegram: "Aku mau main bola" (bukan
"Aku ingin main bola di luar") atau "Itu boneka adik" (bukan
"Itu adalah boneka milik adik").
Pada
fase ini, sistem tata bahasa anak mulai berkembang pesat dengan munculnya
morfem gramatikal seperti:
·
Bentuk plural (-anak-anak)
·
Kata posesif (-nya dalam
"bukunya")
·
Preposisi sederhana (di, ke, dari)
5. Fase Tata Bahasa Awal (3-5 Tahun)
Fase
ini ditandai dengan ledakan kosakata dan kompleksitas gramatikal. Anak mulai
menggunakan kalimat tanya, kalimat negatif, dan kalimat majemuk dengan lebih
akurat. Fenomena menarik yang muncul adalah overregularization - penerapan aturan
tata bahasa secara berlebihan pada bentuk-bentuk yang tidak teratur (Pinker,
1994).
Ilustrasi: Seorang anak usia 4 tahun mungkin mengatakan "saya
sudah minumkan air"
(seharusnya "memberi minum") atau "dia pukulin saya"
(seharusnya "memukuli"), dengan menganalogi pola verba benefaktif dan
repetitif yang sudah dipelajarinya. Kesalahan ini justru menunjukkan pemahaman
aturan tata bahasa, bukan ketidaktahuan.
Teori-Teori Pemerolehan Bahasa Pertama
1. Perspektif Nativis (Chomsky)
Noam Chomsky (1965) mempostulatkan bahwa manusia dilahirkan dengan Piranti
Pemerolehan Bahasa (Language Acquisition Device/LAD) - kemampuan bawaan khusus
bahasa yang memungkinkan anak mengekstrak aturan tata bahasa dari input
linguistik sekitarnya. Konsep Universal Grammar menegaskan bahwa semua bahasa
manusia berbagi prinsip-prinsip dasar yang secara biologis ditentukan.
Kritik: Teori ini dinilai kurang memperhatikan peran variasi input
linguistik dan faktor kognitif umum dalam perkembangan bahasa.
2. Perspektif Konstruktivis Kognitif (Piaget)
Jean Piaget (1959) menekankan bahwa perkembangan bahasa tergantung pada
perkembangan kognitif sebelumnya. Anak membangun pengetahuan bahasa melalui
interaksi dengan lingkungan, dan kemunculan struktur bahasa tertentu memerlukan
operasi kognitif tertentu.
Ilustrasi: Konsep kekekalan objek (object permanence) yang berkembang
sekitar usia 8-12 bulan merupakan prasyarat bagi anak untuk memahami bahwa kata
merujuk pada objek yang terus ada meskipun tidak terlihat.
3. Perspektif Interaksionis Sosial (Vygotsky dan Bruner)
Lev Vygotsky (2012) dan Jerome Bruner (1983) menekankan pentingnya interaksi
sosial dalam pemerolehan bahasa. Bruner memperkenalkan konsep LASS (Language
Acquisition Support System) - sistem dukungan yang disediakan oleh orang dewasa
melalui pola interaksi seperti joint attention dan scaffolding.
Ilustrasi: Seorang ibu yang menunjuk gambar sapi sambil berkata "Ini
sapi, nak. Sapi itu bersuara moo..." kemudian bertanya "Suara sapi
bagaimana?" memberikan scaffolding yang membantu anak menghubungkan kata
dengan referennya.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemerolehan Bahasa
Faktor Biologis:
·
Kematangan neurologis: Perkembangan area
Broca dan Wernicke di otak
·
Periode kritis: Bukti empiris menunjukkan
bahwa pemerolehan bahasa optimal sebelum pubertas (Lenneberg, 1967)
·
Kapasitas kognitif umum: Memori,
perhatian, dan kemampuan pemrosesan informasi
Faktor Lingkungan:
·
Kuantitas dan kualitas input linguistik:
Anak yang terpapar bahasa yang lebih kaya dan responsif mengembangkan kosakata
yang lebih luas (Hoff, 2006)
·
Interaksi sosial: Percakapan timbal-balik
(contingent responses) yang sensitif mempercepat perkembangan bahasa
·
Socioeconomic status: Faktor tidak
langsung yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas input linguistik
Variasi Individual dalam Perkembangan Bahasa
Meskipun
mengikuti urutan perkembangan yang universal, terdapat variasi individual yang
signifikan dalam kecepatan pemerolehan bahasa. Beberapa faktor yang
mempengaruhi variasi ini termasuk:
·
Temperamen anak
·
Gaya belajar
·
Paparan multilingual
·
Gaya pengasuhan
Ilustrasi: Penelitian Nelson (1973) mengidentifikasi dua gaya pemerolehan
bahasa: "referential style" dimana anak fokus pada kata benda untuk
memberi label objek, dan "expressive style" dimana anak lebih banyak
menggunakan ungkapan sosial dan formulaik.
Kesimpulan
Perkembangan
kemampuan bahasa pertama merupakan proses kompleks yang melibatkan interaksi
dinamis antara kapasitas biologis bawaan dan pengaruh lingkungan sosial. Dari
fase prelinguistik hingga penguasaan tata bahasa yang kompleks, anak secara
aktif mengkonstruksi sistem linguistik melalui mekanisme kognitif umum dan
kapasitas bahasa khusus.
Pemahaman
tentang pemerolehan bahasa pertama memiliki implikasi penting bagi pendidikan,
khususnya dalam pengembangan kurikulum bahasa anak usia dini dan identifikasi
dini gangguan bahasa. Penelitian lanjutan diperlukan untuk mengeksplorasi lebih
dalam neurobiologi pemerolehan bahasa dan dampak teknologi digital terhadap
perkembangan bahasa kontemporer.
Daftar Pustaka
Bruner,
J. (1983). Child's
talk: Learning to use language. Norton.
Chomsky,
N. (1965). Aspects of
the theory of syntax. MIT Press.
Clark,
E. V. (2016). First
language acquisition (3rd ed.). Cambridge University Press.
Hoff,
E. (2006). How social contexts support and shape language development. Developmental Review, 26(1),
55-88.
Lenneberg,
E. H. (1967). Biological
foundations of language. Wiley.
Lightbown,
P. M., & Spada, N. (2013). How
languages are learned (4th ed.). Oxford University Press.
Nelson,
K. (1973). Structure and strategy in learning to talk. Monographs of the Society for
Research in Child Development, 38(1-2, Serial No. 149).
Oller,
D. K. (2000). The
emergence of the speech capacity. Lawrence Erlbaum.
Piaget,
J. (1959). The
language and thought of the child (3rd ed.). Routledge &
Kegan Paul.
Pinker,
S. (1994). The
language instinct: How the mind creates language. William Morrow.
Vygotsky,
L. S. (2012). Thought
and language (A. Kozulin, Ed.). MIT Press.
Werker, J.
F., & Tees, R. C. (2005). Speech perception as a window for understanding
plasticity and commitment in language systems of the brain. Developmental Psychobiology, 46(3),
233-251.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar