Rabu, 19 November 2025

KEMAMPUAN BAHASA PERTAMA

 Abstract

Artikel ilmiah ini membahas secara komprehensif perkembangan kemampuan bahasa pertama pada anak. Melalui pendekatan psikolinguistik, artikel ini menganalisis tahap-tahap pemerolehan bahasa, faktor-faktor yang mempengaruhinya, serta teori-teori utama yang mendasarinya. Pembahasan dimulai dari fase prelinguistik hingga penguasaan tata bahasa yang kompleks, dengan menyertakan ilustrasi empiris dari berbagai konteks bahasa. Tinjauan literatur mengungkap interaksi kompleks antara faktor biologis bawaan (nature) dan pengaruh lingkungan (nurture) dalam proses pemerolehan bahasa pertama. Artikel ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang mendalam mengenai mekanisme pemerolehan bahasa pertama sebagai fondasi kognisi dan komunikasi manusia.

Kata kunci: Pemerolehan Bahasa Pertama, Psikolinguistik, Perkembangan Bahasa, Teori Pemerolehan Bahasa, Perkembangan Anak

Dasar Psikolinguistik - Aco Nasir, S.Pd.I., M.Pd. | CV. Cemerlang Publishing

Pendahuluan

Kemampuan bahasa pertama (bahasa ibu) merupakan salah satu pencapaian kognitif paling menakjubkan dalam perkembangan manusia. Dalam rentang waktu hanya beberapa tahun, anak-anak beralih dari komunikasi prelinguistik melalui tangisan menjadi penutur yang kompeten yang mampu menghasilkan dan memahami kalimat-kalimat kompleks (Clark, 2016). Proses ini terjadi dengan konsistensi yang mengesankan di berbagai budaya dan bahasa, meskipun terdapat variasi dalam input linguistik yang diterima anak.

Pemerolehan bahasa pertama (first language acquisition) didefinisikan sebagai proses alami dimana anak mengembangkan kompetensi dalam bahasa ibunya melalui paparan dan interaksi, tanpa instruksi formal yang eksplisit (Lightbown & Spada, 2013). Berbeda dengan pembelajaran bahasa kedua, pemerolehan bahasa pertama bersifat spontan, terintegrasi dengan perkembangan kognitif dan sosial, dan umumnya mencapai tingkat kemahiran penutur asli.

Artikel ini bertujuan untuk menganalisis perkembangan kemampuan bahasa pertama melalui pendekatan psikolinguistik dengan struktur sebagai berikut: (1) tinjauan komprehensif tahap-tahap perkembangan bahasa dari masa bayi hingga sekolah dasar; (2) analisis teori-teori utama pemerolehan bahasa; (3) eksplorasi faktor biologis dan lingkungan yang mempengaruhi proses ini; dan (4) diskusi mengenai variasi individual dalam perkembangan bahasa.

Tahap-Tahap Perkembangan Bahasa Pertama

1. Fase Prelinguistik (0-12 Bulan)

Fase perkembangan bahasa sebelum munculnya kata pertama ini merupakan fondasi kritikal bagi kemampuan berbahasa.

Tangisan dan Vokalisasi Awal: Sejak lahir, bayi berkomunikasi melalui tangisan yang awalnya bersifat refleksif, namun segera berkembang menjadi alat komunikasi yang terdiferensiasi (orang tua dapat membedakan tangisan lapar, lelah, atau kesakitan). Pada usia sekitar 6-8 minggu, muncul fase cooing dimana bayi menghasilkan bunyi vokal seperti "aaa" atau "uuu" yang terkait dengan keadaan nyaman.

Babbling (Mengoceh): Sekitar usia 6 bulan, bayi memasuki fase babbling dengan menghasilkan rangkaian konsonan-vokal seperti "mama", "dada", atau "gaga" (Oller, 2000). Penting untuk dicatat bahwa babbling sudah menunjukkan karakteristik fonologis bahasa target. Seorang bayi yang dibesarkan dalam lingkungan bahasa Indonesia akan mulai menghasilkan ocehan dengan pola intonasi yang menyerupai bahasa Indonesia.

Ilustrasi: Penelitian terhadap bayi berusia 10 bulan menunjukkan bahwa mereka sudah kehilangan sensitivitas terhadap kontras fonologis yang tidak relevan dalam bahasa ibunya, sementara mempertahankan sensitivitas terhadap kontras yang relevan (Werker & Tees, 2005). Seorang bayi Jepang akan kesulitan membedakan /r/ dan /l/ yang tidak signifikan dalam bahasa Jepang, sedangkan bayi Indonesia tetap dapat membedakannya.

2. Fase Satu Kata atau Holofrastik (12-18 Bulan)

Kata pertama yang bermakna biasanya muncul sekitar ulang tahun pertama anak. Kata-kata ini seringkali berupa objek yang familiar dalam lingkungan anak ("mama", "papa", "sus", "bola") atau kata tindakan sederhana ("habis", "buang").

Karakteristik utama fase ini adalah penggunaan holofrasis - dimana satu kata mewakili makna keseluruhan kalimat. Ujaran "minum" dapat berarti "Saya mau minum", "Ini minuman", atau "Dia sedang minum" tergantung konteks (Clark, 2016).

Ilustrasi: Seorang anak usia 14 bulan melihat seekor kucing dan berkata "pus". Ketika kucing tersebut lari, anak itu menangis dan kembali berkata "pus" dengan intonasi sedih. Dalam hal ini, "pus" berarti "Kucingnya pergi, aku sedih".

3. Fase Dua Kata (18-24 Bulan)

Pada fase ini, anak mulai menggabungkan dua kata membentuk ujaran telegrafik yang mengikuti urutan sintaksis dasar bahasa target. Ujaran seperti "mama datang", "susu habis", atau "buka pintu" menunjukkan pemahaman awal tentang hubungan semantik seperti agen-tindakan, pemilik-objek, atau tindakan-objek.

Ilustrasi: Seorang anak Indonesia usia 20 bulan berkata "mobil papa" yang menunjukkan hubungan kepemilikan. Urutan kata ini konsisten dengan tata bahasa Indonesia dimana possessor mengikuti possessed, berbeda dengan bahasa Inggris dimana anak akan mengatakan "daddy car" dengan urutan possessor-possessed.

4. Fase Ujaran Telegrafik (2-3 Tahun)

Anak mulai menghasilkan ujaran yang lebih panjang (3-5 kata) namun masih menghilangkan morfem gramatikal seperti preposisi, konjungsi, dan artikel. Ujaran-ujaran ini menyerupai telegram: "Aku mau main bola" (bukan "Aku ingin main bola di luar") atau "Itu boneka adik" (bukan "Itu adalah boneka milik adik").

Pada fase ini, sistem tata bahasa anak mulai berkembang pesat dengan munculnya morfem gramatikal seperti:

·         Bentuk plural (-anak-anak)

·         Kata posesif (-nya dalam "bukunya")

·         Preposisi sederhana (di, ke, dari)

5. Fase Tata Bahasa Awal (3-5 Tahun)

Fase ini ditandai dengan ledakan kosakata dan kompleksitas gramatikal. Anak mulai menggunakan kalimat tanya, kalimat negatif, dan kalimat majemuk dengan lebih akurat. Fenomena menarik yang muncul adalah overregularization - penerapan aturan tata bahasa secara berlebihan pada bentuk-bentuk yang tidak teratur (Pinker, 1994).

Ilustrasi: Seorang anak usia 4 tahun mungkin mengatakan "saya sudah minumkan air" (seharusnya "memberi minum") atau "dia pukulin saya" (seharusnya "memukuli"), dengan menganalogi pola verba benefaktif dan repetitif yang sudah dipelajarinya. Kesalahan ini justru menunjukkan pemahaman aturan tata bahasa, bukan ketidaktahuan.

Teori-Teori Pemerolehan Bahasa Pertama

1. Perspektif Nativis (Chomsky)
Noam Chomsky (1965) mempostulatkan bahwa manusia dilahirkan dengan Piranti Pemerolehan Bahasa (Language Acquisition Device/LAD) - kemampuan bawaan khusus bahasa yang memungkinkan anak mengekstrak aturan tata bahasa dari input linguistik sekitarnya. Konsep Universal Grammar menegaskan bahwa semua bahasa manusia berbagi prinsip-prinsip dasar yang secara biologis ditentukan.

Kritik: Teori ini dinilai kurang memperhatikan peran variasi input linguistik dan faktor kognitif umum dalam perkembangan bahasa.

2. Perspektif Konstruktivis Kognitif (Piaget)
Jean Piaget (1959) menekankan bahwa perkembangan bahasa tergantung pada perkembangan kognitif sebelumnya. Anak membangun pengetahuan bahasa melalui interaksi dengan lingkungan, dan kemunculan struktur bahasa tertentu memerlukan operasi kognitif tertentu.

Ilustrasi: Konsep kekekalan objek (object permanence) yang berkembang sekitar usia 8-12 bulan merupakan prasyarat bagi anak untuk memahami bahwa kata merujuk pada objek yang terus ada meskipun tidak terlihat.

3. Perspektif Interaksionis Sosial (Vygotsky dan Bruner)
Lev Vygotsky (2012) dan Jerome Bruner (1983) menekankan pentingnya interaksi sosial dalam pemerolehan bahasa. Bruner memperkenalkan konsep LASS (Language Acquisition Support System) - sistem dukungan yang disediakan oleh orang dewasa melalui pola interaksi seperti joint attention dan scaffolding.

Ilustrasi: Seorang ibu yang menunjuk gambar sapi sambil berkata "Ini sapi, nak. Sapi itu bersuara moo..." kemudian bertanya "Suara sapi bagaimana?" memberikan scaffolding yang membantu anak menghubungkan kata dengan referennya.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemerolehan Bahasa

Faktor Biologis:

·         Kematangan neurologis: Perkembangan area Broca dan Wernicke di otak

·         Periode kritis: Bukti empiris menunjukkan bahwa pemerolehan bahasa optimal sebelum pubertas (Lenneberg, 1967)

·         Kapasitas kognitif umum: Memori, perhatian, dan kemampuan pemrosesan informasi

Faktor Lingkungan:

·         Kuantitas dan kualitas input linguistik: Anak yang terpapar bahasa yang lebih kaya dan responsif mengembangkan kosakata yang lebih luas (Hoff, 2006)

·         Interaksi sosial: Percakapan timbal-balik (contingent responses) yang sensitif mempercepat perkembangan bahasa

·         Socioeconomic status: Faktor tidak langsung yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas input linguistik

Variasi Individual dalam Perkembangan Bahasa

Meskipun mengikuti urutan perkembangan yang universal, terdapat variasi individual yang signifikan dalam kecepatan pemerolehan bahasa. Beberapa faktor yang mempengaruhi variasi ini termasuk:

·         Temperamen anak

·         Gaya belajar

·         Paparan multilingual

·         Gaya pengasuhan

Ilustrasi: Penelitian Nelson (1973) mengidentifikasi dua gaya pemerolehan bahasa: "referential style" dimana anak fokus pada kata benda untuk memberi label objek, dan "expressive style" dimana anak lebih banyak menggunakan ungkapan sosial dan formulaik.

Kesimpulan

Perkembangan kemampuan bahasa pertama merupakan proses kompleks yang melibatkan interaksi dinamis antara kapasitas biologis bawaan dan pengaruh lingkungan sosial. Dari fase prelinguistik hingga penguasaan tata bahasa yang kompleks, anak secara aktif mengkonstruksi sistem linguistik melalui mekanisme kognitif umum dan kapasitas bahasa khusus.

Pemahaman tentang pemerolehan bahasa pertama memiliki implikasi penting bagi pendidikan, khususnya dalam pengembangan kurikulum bahasa anak usia dini dan identifikasi dini gangguan bahasa. Penelitian lanjutan diperlukan untuk mengeksplorasi lebih dalam neurobiologi pemerolehan bahasa dan dampak teknologi digital terhadap perkembangan bahasa kontemporer.

Daftar Pustaka

Bruner, J. (1983). Child's talk: Learning to use language. Norton.

Chomsky, N. (1965). Aspects of the theory of syntax. MIT Press.

Clark, E. V. (2016). First language acquisition (3rd ed.). Cambridge University Press.

Hoff, E. (2006). How social contexts support and shape language development. Developmental Review, 26(1), 55-88.

Lenneberg, E. H. (1967). Biological foundations of language. Wiley.

Lightbown, P. M., & Spada, N. (2013). How languages are learned (4th ed.). Oxford University Press.

Nelson, K. (1973). Structure and strategy in learning to talk. Monographs of the Society for Research in Child Development, 38(1-2, Serial No. 149).

Oller, D. K. (2000). The emergence of the speech capacity. Lawrence Erlbaum.

Piaget, J. (1959). The language and thought of the child (3rd ed.). Routledge & Kegan Paul.

Pinker, S. (1994). The language instinct: How the mind creates language. William Morrow.

Vygotsky, L. S. (2012). Thought and language (A. Kozulin, Ed.). MIT Press.

Werker, J. F., & Tees, R. C. (2005). Speech perception as a window for understanding plasticity and commitment in language systems of the brain. Developmental Psychobiology, 46(3), 233-251.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Paradigma Linguistik Terapan

1. Perdebatan mengenai definisi linguistik terapan Bidang Linguistik Terapan (applied linguistics) telah lama mengalami perdebatan interna...