Abstract
Pemerolehan
bahasa kedua (B2) merupakan proses kompleks yang berbeda secara signifikan dari
pemerolehan bahasa pertama. Artikel ilmiah ini menganalisis berbagai strategi
yang employed oleh pembelajar B2 untuk mencapai kompetensi komunikatif. Melalui
pendekatan teoretis yang integratif, dibahas strategi kognitif, metakognitif,
sosio-afektif, dan komunikatif beserta implementasinya dalam konteks
pembelajaran. Tinjauan literatur sistematis mengungkap bahwa keberhasilan
akuisisi B2 sangat dipengaruhi oleh kesadaran strategis dan kemampuan memilih
strategi yang sesuai dengan konteks, tujuan belajar, dan gaya kognitif
individu. Artikel ini juga menyoroti implikasi pedagogis dari penelitian
strategi pembelajaran bahasa bagi pengembangan kurikulum dan praktik pengajaran
yang efektif.
Kata kunci: Strategi Pembelajaran Bahasa, Pemerolehan Bahasa Kedua,
Psikolinguistik, Pedagogi Bahasa, Kemampuan Metakognitif
| Dasar Psikolinguistik - Aco Nasir, S.Pd.I., M.Pd. | CV. Cemerlang Publishing |
Pendahuluan
Pemerolehan
bahasa kedua (second language acquisition/SLA) merupakan bidang studi yang
meneliti proses dimana individu mempelajari bahasa tambahan setelah menguasai
bahasa pertama. Berbeda dengan pemerolehan bahasa pertama yang terjadi secara
alamiah dan spontan, pemerolehan B2 seringkali melibatkan proses belajar yang
lebih sadar dan terstruktur (Ellis, 2015). Dalam konteks ini, strategi
pembelajaran bahasa emerged sebagai faktor penentu keberhasilan yang krusial.
Strategi
pembelajaran bahasa didefinisikan sebagai tindakan atau teknik spesifik yang
secara sadar employed oleh pembelajar untuk meningkatkan kompetensi dalam
bahasa target (Oxford, 2017). Pemahaman tentang strategi-strategi ini tidak
hanya penting dari perspektif teoretis untuk memahami mekanisme kognitif dalam
akuisisi B2, tetapi juga memiliki implikasi praktis yang signifikan bagi
pengajaran bahasa.
Artikel
ini bertujuan untuk menganalisis strategi pemerolehan bahasa kedua melalui
kerangka kerja komprehensif yang mencakup: (1) Klasifikasi strategi
pembelajaran bahasa; (2) Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan strategi;
(3) Hubungan antara strategi pembelajaran dan keberhasilan akuisisi B2; serta
(4) Implikasi pedagogis bagi pengajaran bahasa.
Klasifikasi Strategi Pembelajaran Bahasa Kedua
1. Strategi Kognitif
Strategi kognitif melibatkan manipulasi langsung terhadap materi bahasa untuk
memfasilitasi pemrosesan mental dan akuisisi.
Practicing: Pembelajar secara sadar melatih unsur-unsur bahasa melalui
repetisi, pengulangan, dan latihan pola.
Ilustrasi:
Seorang pembelajar bahasa Jerman secara teratur mendengarkan podcast berita dan
mengulangi kalimat-kalimat kunci untuk melatih pelafalan dan intonasi.
Pembelajar tersebut juga membuat kartu flash untuk menghafal gender kata benda
(der, die, das) dan menggunakannya dalam latihan tertulis terstruktur.
Receiving and Sending Messages: Strategi ini meliputi
teknik untuk memahami dan memproduksi pesan, seperti identifikasi ide utama dan
detail pendukung.
Ilustrasi:
Ketika menonton film berbahasa Inggris tanpa subtitle, pembelajar fokus pada
kata kunci dan isyarat nonverbal untuk memahami alur cerita, daripada berusaha
memahami setiap kata. Dalam produksi bahasa, pembelajar menggunakan kosakata
yang sudah dikuasai untuk menyampaikan pesan meskipun dengan struktur yang
disederhanakan.
Analyzing and Reasoning: Pembelajar menerapkan kemampuan logis
untuk menganalisis pola bahasa dan membuat deduksi aturan tata bahasa.
Ilustrasi:
Seorang pembelajar bahasa Perancis memperhatikan bahwa kata sifat biasanya
mengikuti kata benda dan harus disesuaikan dalam gender dan number dengan kata
benda yang dijelaskan. Berdasarkan observasi ini, pembelajar menyusun hipotesis
aturan gramatikal dan mengujinya dalam produksi bahasa.
Creating Structure for Input and Output: Strategi
pengorganisasian informasi seperti membuat catatan, membuat diagram, atau
menggunakan peta konsep.
Ilustrasi:
Pembelajar bahasa Korea membuat bagan perbandingan sistem honorifiks untuk
memvisualisasikan perbedaan tingkat kesopanan dalam berbagai konteks sosial.
Visualisasi ini membantu pembelajar memilih bentuk linguistik yang appropriate
berdasarkan hubungan sosial antara penutur dan lawan bicara.
2. Strategi Metakognitif
Strategi metakognitif melibatkan perencanaan, pemantauan, dan evaluasi proses
belajar sendiri, yang merupakan komponen krusial dari pembelajaran otonom
(Wenden, 1998).
Centering Your Learning: Pembelajar mengidentifikasi tujuan
belajar spesifik dan memfokuskan usaha pada area prioritas.
Ilustrasi:
Seorang profesional yang akan pindah ke Brasil dalam enam bulan menetapkan
tujuan komunikatif spesifik: mampu melakukan percakapan bisnis sederhana,
memahami instruksi kerja, dan berpartisipasi dalam interaksi sosial informal.
Berdasarkan tujuan ini, pembelajar memprioritaskan pembelajaran kosakata
profesional dan ekspresi percakapan sehari-hari.
Arranging and Planning Your Learning: Mengorganisir
lingkungan dan jadwal belajar untuk optimalisasi proses akuisisi.
Ilustrasi:
Seorang mahasiswa membuat jadwal belajar bahasa Mandarin yang teratur dengan
alokasi waktu spesifik untuk keterampilan berbeda: 30 menit untuk karakter Han
di pagi hari, 45 menit untuk listening practice saat commute, dan 60 menit
untuk percakapan dengan tutor native speaker dua kali seminggu.
Evaluating Your Learning: Memantau kemajuan dan mengidentifikasi
area yang memerlukan perbaikan.
Ilustrasi:
Setelah percakapan dengan penutur asli, pembelajar merefleksikan kesulitan yang
dialami, mungkin dalam penggunaan tenses atau kosakata tertentu, dan mencatat
area yang perlu ditingkatkan untuk sesi belajar berikutnya.
3. Strategi Sosio-afektif
Strategi ini melibatkan interaksi sosial dan pengelolaan emosi dalam konteks
pembelajaran bahasa.
Asking Questions: Secara aktif mengajukan pertanyaan untuk klarifikasi atau
konfirmasi pemahaman.
Ilustrasi:
Ketika tidak memahami instruksi dalam kelas bahasa, pembelajar tidak ragu untuk
bertanya: "Bisakah Anda mengulangi dengan lebih lambat?" atau
"Apa arti [kata tertentu] dalam konteks ini?"
Cooperating with Others: Belajar melalui kolaborasi dengan
pembelajar lain atau penutur asli.
Ilustrasi:
Sekelompok pembelajar bahasa Spanyol membentuk kelompok belajar dimana mereka
berlatih percakapan, saling mengoreksi kesalahan, dan berbagi sumber belajar.
Interaksi kolaboratif ini menciptakan lingkungan belajar yang supportive dan
mengurangi anxiety berbahasa.
Empathizing with Others: Mengembangkan empati budaya dan
kesadaran terhadap norma-norma komunikasi dalam budaya target.
Ilustrasi:
Sebelum berinteraksi dengan penutur bahasa Jepang, pembelajar mempelajari
norma-norma komunikasi nonverbal seperti membungkuk, menjaga jarak fisik, dan
menghindari kontak mata langsung yang dapat dianggap tidak sopan dalam konteks
budaya Jepang.
4. Strategi Kompensatori
Strategi ini digunakan untuk mengatasi keterbatasan kompetensi linguistik dan
menjaga kelancaran komunikasi.
Guessing Intelligently: Menggunakan konteks, pengetahuan latar, dan isyarat linguistik
untuk menebak makna.
Ilustrasi:
Ketika membaca teks bahasa Rusia dan menemukan kata yang tidak dikenal,
pembelajar menganalisis konteks kalimat, mencari cognates dengan bahasa lain
yang dikuasai, dan mengidentifikasi prefiks/suffiks yang familiar untuk menebak
makna kata tersebut.
Using Synonyms or Descriptions: Menggunakan kata atau
frasa alternatif ketika kosakata target tidak tersedia.
Ilustrasi:
Seorang pembelajar bahasa Italia yang lupa kata "cucchiaio" (sendok)
mendeskripsikannya sebagai "quel cosa per mangiare la minestra"
(benda itu untuk makan sup). Meskipun tidak presis, strategi ini memungkinkan
komunikasi berlanjut.
Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Strategi
Pemilihan
dan efektivitas strategi pembelajaran bahasa dipengaruhi oleh berbagai faktor:
Gaya Kognitif: Pembelajar dengan gaya kognitif field-independent cenderung
lebih sukses dengan strategi analitis, sementara field-dependent learners
mungkin lebih mengandalkan strategi komunikatif dan sosio-afektif (Brown,
2014).
Motivasi: Pembelajar dengan motivasi integratif (keinginan untuk
berintegrasi dengan komunitas penutur) cenderung lebih banyak menggunakan
strategi sosio-afektif, sementara mereka dengan motivasi instrumental (tujuan
praktis seperti pekerjaan) mungkin lebih fokus pada strategi kognitif dan
metakognitif (Dörnyei, 2009).
Konteks Pembelajaran: Pembelajar dalam konteks naturalistic acquisition (lingkungan
dimana bahasa target digunakan) memiliki lebih banyak kesempatan untuk
menggunakan strategi sosio-afektif dan kompensatori dibandingkan dengan
pembelajar dalam konteks formal classroom learning.
Tingkat Kemahiran: Pemilihan strategi berkembang seiring dengan peningkatan
kompetensi bahasa. Pembelajar pemula lebih mengandalkan strategi kognitif dasar
seperti repetisi dan terjemahan, sementara pembelajar tingkat lanjut lebih
banyak menggunakan strategi metakognitif dan sosio-afektif (Oxford, 2017).
Hubungan Antara Strategi Pembelajaran dan Keberhasilan Akuisisi
B2
Penelitian
empiris secara konsisten menunjukkan korelasi positif antara penggunaan
strategi pembelajaran yang tepat dan keberhasilan akuisisi bahasa kedua.
Pembelajar yang sukses (good language learners) typically menunjukkan
karakteristik berikut (Griffiths, 2018):
1.
Kesadaran metakognitif yang tinggi
mengenai proses belajar sendiri
2.
Kemampuan memilih dan menyesuaikan
strategi berdasarkan konteks dan tujuan
3.
Penggunaan kombinasi strategi yang
seimbang dari berbagai kategori
4.
Kemampuan memantau efektivitas strategi
dan melakukan penyesuaian ketika diperlukan
Ilustrasi: Studi longitudinal terhadap pembelajar bahasa Mandarin sebagai
B2 menemukan bahwa pembelajar yang paling sukses adalah mereka yang secara
teratur mengevaluasi efektivitas strategi belajar mereka, menyesuaikan
pendekatan berdasarkan kesulitan yang dihadapi, dan secara aktif mencari
kesempatan untuk berinteraksi dengan penutur asli di luar kelas (Loewen, 2020).
Implikasi Pedagogis
Pemahaman
tentang strategi pembelajaran bahasa memiliki implikasi penting bagi praktik
pengajaran:
Strategies-Based Instruction: Pengintegrasian pengajaran strategi
pembelajaran secara eksplisit ke dalam kurikulum bahasa. Guru tidak hanya
mengajarkan bahasa, tetapi juga cara belajar bahasa secara efektif (Cohen,
2014).
Differentiated Instruction: Mengakomodasi perbedaan individual dalam
gaya belajar dan preferensi strategi melalui variasi aktivitas dan tugas
pembelajaran.
Promotion of Learner Autonomy: Mendorong pembelajar untuk mengambil
tanggung jawab atas proses belajar sendiri melalui pengembangan kemampuan
metakognitif dan refleksi diri.
Assessment of Strategy Use: Mengembangkan alat untuk mengevaluasi
penggunaan strategi pembelajaran dan memberikan umpan balik yang konstruktif.
Ilustrasi: Seorang guru bahasa Perancis mengimplementasikan
"Strategy Inventory Week" dimana siswa diperkenalkan dengan berbagai
strategi belajar, mencobanya dalam aktivitas terstruktur, dan merefleksikan
efektivitas strategi-strategi tersebut untuk gaya belajar mereka. Guru kemudian
menggunakan informasi ini untuk memberikan rekomendasi personalized tentang
strategi belajar.
Kesimpulan
Strategi
pembelajaran bahasa memainkan peran penting dalam pemerolehan bahasa kedua
sebagai jembatan antara kapasitas kognitif pembelajar dan tuntutan akuisisi
linguistik. Pembelajar yang sukses tidak hanya menguasai bahasa target, tetapi
juga menguasai seni belajar bahasa—mereka memiliki repertoar strategi yang
kaya, kesadaran metakognitif yang berkembang baik, dan kemampuan untuk
menyesuaikan pendekatan belajar berdasarkan konteks dan tujuan.
Pengintegrasian
pengajaran strategi pembelajaran ke dalam kurikulum bahasa dapat memberdayakan
pembelajar menjadi pelaku aktif dalam proses akuisisi bahasa, mengembangkan
otonomi belajar, dan pada akhirnya mencapai keberhasilan yang lebih besar dalam
penguasaan bahasa kedua. Penelitian lanjutan diperlukan untuk mengeksplorasi
efektivitas strategi spesifik dalam konteks pembelajaran yang berbeda dan
pengaruh faktor individu terhadap keberhasilan implementasi strategi.
Daftar Pustaka
Brown,
H. D. (2014). Principles
of language learning and teaching (6th ed.). Pearson Education.
Cohen,
A. D. (2014). Strategies
in learning and using a second language (2nd ed.). Routledge.
Dörnyei,
Z. (2009). The
psychology of second language acquisition. Oxford University Press.
Ellis,
R. (2015). Understanding
second language acquisition (2nd ed.). Oxford University
Press.
Griffiths,
C. (2018). The
strategy factor in successful language learning: The tornado effect.
Multilingual Matters.
Loewen,
S. (2020). Introduction
to instructed second language acquisition (2nd ed.).
Routledge.
Oxford,
R. L. (2017). Teaching
and researching language learning strategies: Self-regulation in context (2nd
ed.). Routledge.
Wenden, A.
L. (1998). Metacognitive knowledge and language learning. Applied Linguistics, 19(4),
515-537.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar